INDORAYA – Sebuah minimarket di Kota Semarang diduga telah beroperasi pada sebidang tanah yang tidak memiliki hak kepemilikan. Minimarket tersebut berlokasi di Jalan Letjen Suprapto Nomor 37, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah.
Minimarket yang dimaksud adalah Indomaret yang terletak di Kawasan Wisata Kota Lama Semarang, tepatnya di depan persis bangunan Spigel Bar & Bistro. Tanah yang digunakan sebagai tempat operasional mini market ini diduga tidak memilki status kepemilikan.
Menyikapi hal ini, Forum Komunikasi Masyarakat (Forkommas) Jawa Tengah (Jateng) mendesak Pemkot Semarang untuk mengambil alih tanah tersebut. Ketua Umum Forkommas Adhi Siswanto Wisnu Nugroho menilai, tanah yang tidak memiliki hak alas kepemilikan bisa diambil alih oleh negara.
“Kami mendesak kepada Wali Kota Semarang dan Ketua DPRD Semarang untuk ikut mengambil alih tentang kepemilikan tanah yang ada di Jalan Letjen Suprapto No 37, tepatnya di depan Spigel yang saat ini digunakan untuk Indomaret,” ujarnya saat ditemui di Semarang, Kamis (9/3/2023).
- Advertisement -
Dirinya mengaku sudah mencari tahu tentang latar belakang kepemilikan tanah di Kota Lama itu. Tanah yang digunakan sebagai tempat operasional Indomaret dulunya merupakan bekas bangunan bank masyarakat milik keturunan Tionghoa. Lantaran bangkrut, bank itu pun menutup operasionalnya.
Selanjutnya, pada tahun 1990, pengelola bank menyerahkan gedung itu untuk ditempati oleh karyawannya bernama Hasan dan sang istri, Supiyah. Setelah Hasan meninggal, Supiyah menikah dengan seorang lelaki bernama Kasmanto. Dan Kasmanto inilah yang saat ini mengusai tanah tersebut.
“Status tanahnya dulunya milik seorang bernama Tan Lie Yong. Dulunya digunakan untuk bank masyarakat. Kemudian bangkrut tidak beroperasi kembali, akhirnya dia memasrahkan gedung itu untuk ditempati dan diserahkan kepada karyawannya bernama Hasan,” kata Adhi.
“Hasan menempati dengan istrinya Supiah. Sepanjang perjalanan Hasan meninggal di situ masih ada istrinya Supiah, kemudian dia menikah bersama laki-laki bernama Kasmanto. Di sana dia yang menempati yang nenguasai digunakan untuk segala sesuatunya adalah saudara Kasmanto,” imbuhnya.
Kendati demikian, status tanah itu bukanlah kepemilikan atas nama keluraga Kasmanto. Namun dalam perjalanannya, tanah tanpa sertifikat itu digunakan untuk aktivitas perekonomian. Di tahun 2015, Indomaret mengontrak sebagian tanah di sana untuk tempat operasional.
“Sekarang gedung itu digunakan selain untuk fotokopi, usaha, juga digunakan untuk Indomaret. Mereka menyewakan itu tanpa memiliki hak alas tanah. Harusnya gak boleh karena melihat riwayatnya itu Kasmanto dan Supiah ini kan gak memiliki hak, dia hanya menempati, gak memiliki hak atas tanah,” ungkapnya.
Sudah Layangkan Surat
Adhi menyatakan, pihaknya sudah melayangkan surat untuk meminta kejelasan status kepemilikan tanah kepada keluarga Kasmanto yang bertempat tinggal di kawasan tersebut. Komunikasi juga sudah dilakukan Forkommas dengan pengelola Indomaret.
“Tapi mereka masih merasa memiliki tanahnya. Pandangan kami, kami menilai bahwa Indomaret sudah melakukan perbuatan yang salah. Artinya bahwa dia mengontrak pada gedung yang kepemilikannya gak jelas. Apalagi Indomaret sudah sempat kita surati,” ungkap Adhi.
Ia mengklaim, pihak keluarga Kasmanto dan Supiyah hanya memiliki surat keterangan menguasai tanah dari Kelurahan Purwodinatan yang diketahui pihak Kecamatan Semarang Tengah. Namun Adhi menuding tidak ada sertifikat kepemilikan atas tanah tersebut.
“Secara hukum menyewakan tanah kan harus ada alas hak atas tanah di sana. Jadi kepemilikannya harus jelas di situ bahwa memiliki notaris, punya sertifikat hak milik, dan hak guna bangunan,” ucapnya.
Siap Melakukan Gugatan
Menambahkan Adhi, Wakil Ketua Bidang Hukum Forkommas Jateng, Ari Nugroho juga mendesak Pemkot Semarang mengambil alih tanah yang tidak memiliki sertifikat kepemilikan dan hak guna bangunan. Untuk peruntukannya, tanah ini bisa dimanfaatkan untuk pemerintah dan masyarakat.
“Kalau tanahnya tidak punya hak Supiyah dan Kasmanto ya secara UU Agraria apabila tidak dikonversi kepada pemerintah maka tanah itu berhak diambil alih menjadi tanah negara,” tegas Ari Nugroho.
“Ini kami mendesak tanah pengambil alihan menjadi tanah negara. Kami sudah berkomunikasi dengan bagian aset, tanah ini bisa diambil alih menjadi tanah negara dan peruntukannya bisa digunakan untuk pemerintah dan masyarakat,” imbuhnya.
Forkommas Jateng juga menduga bahwa Indomaret yang beroperasi di Jalan Letjen Suprapto No. 37 tidak memiliki legalitas sewa kontrak. Atas hal tersebut, bahkan Forkommas Jateng sudah siap melakukan gugatan ke pengadilan jika diberi kuasa oleh Pemkot Semarang.
“Forkommas mendesak Pemkot mengambil alih status tanah di jalan itu. Kami siap apabila diberi kuasa kami sudah komunikasi dengan Pak Sekda kami siap melakukan gugatan di pengadilan kalau mereka secara hukum tidak memiliki alas hak tapi menikmatinya,” ucapnya.
“Apalagi Pemkot Semarang sekarang mengglakkan Kota Lama sebagai sentra pariwisata. Tanah itu bisa digunakan karena tempatnya strategis dan bisa mengangkat perekonomian masyarakat dengan pariwisata,” ungkap Ari Nugroho.
Tanggapan Pemkot dan DPRD
Terkait perizinan operasional Indomaret di kawasan Kota Lama tersebut, Redaksi Indoraya.news sudah menghubungi Kepala Bidang Bina Usaha Dinas Perdagangan Kota Semarang, Lilis Wahyuningsih. Namun ia menjawab belum bisa dimintai keterangan saat ini.
“Mungkin kami bisanya hari Senin karena hari ini dan besok Jumat saya rapat sampai sore, suwun. Mohon maaf tidak bisa (dimintai keterangan) sekarang,” ujar Lilis melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (9/3/2023).
Menyikapi dugaan adanya mini market yang melanggar hukum, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Herlambang Prabowo Setio Adji menegaskan bahwa setiap toko swalayan atau minimarket yang beroperasi harus memiliki izin dan mempunyai legalitas.
DPRD meminta Pemkot untuk mengecek jumlah toko swalayan atau minimarket yang beroperasi di Kota Semarang. Pasalnya setiap kecamatan memiliki jumlah kuota masing-masing. Ini termaktub dalam Perwal Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Penataan Toko Modern Mini Market di Kota Semarang.
“Sebetulnya dari dinas itu perlu melihat itu (masalah perizinan) secara cermat karena kalau tidak ya percuma mereka gak berizin tapi beraktivitas. Sehingga secara hal itu ada potensi pelanggaran Perda di situ,” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp, Kamis (9/3/2023).
Lebih lanjut, DPRD Semarang juga meminta Pemkot Semarang untuk menertibkan toko swalayan atau minimarket yang tidak berizin. Apalagi saat ini toko swalayan sudah banyak menjamur dan dikhawatirkan melebihi kuota yang ditetapkan sesuai isi Perwal tersebut.
“Mestinya kalau tidak berizin ya police line dulu supaya mereka berhenti dulu bekerja dan mengurus izinnya. Jadi ada satu tindakan dari Pemkot Semarang dalam menertibkan semua yang ada,” ungkap Herlambang.