Indoraya NewsIndoraya NewsIndoraya News
Notification Show More
Font ResizerAa
  • BERITA
    • HUKUM KRIMINAL
    • PENDIDIKAN
    • EKONOMI
    • KESEHATAN
    • PARLEMEN
  • NASIONAL
  • PERISTIWA
  • POLITIK
  • JATENG
    • DAERAH
  • SEMARANG
  • RAGAM
    • GAYA HIDUP
    • TEKNOLOGI
    • OLAHRAGA
    • HIBURAN
    • OTOMOTIF
  • OPINI
  • KIRIM TULISAN
Cari
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • STANDAR PERLINDUNGAN WARTAWAN
  • TENTANG KAMI
  • DISCLAIMER
Copyright © 2023 - Indoraya News
Reading: Militerisme dan Tubuh Perempuan: Analisis Kekerasan Berbasis Gender dalam Konteks Konflik
Font ResizerAa
Indoraya NewsIndoraya News
  • BERITA
  • NASIONAL
  • PERISTIWA
  • POLITIK
  • JATENG
  • SEMARANG
  • RAGAM
  • OPINI
  • KIRIM TULISAN
Cari
  • BERITA
    • HUKUM KRIMINAL
    • PENDIDIKAN
    • EKONOMI
    • KESEHATAN
    • PARLEMEN
  • NASIONAL
  • PERISTIWA
  • POLITIK
  • JATENG
    • DAERAH
  • SEMARANG
  • RAGAM
    • GAYA HIDUP
    • TEKNOLOGI
    • OLAHRAGA
    • HIBURAN
    • OTOMOTIF
  • OPINI
  • KIRIM TULISAN
Have an existing account? Sign In
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • STANDAR PERLINDUNGAN WARTAWAN
  • TENTANG KAMI
  • DISCLAIMER
(c) 2024 Indo Raya News
Opini

Militerisme dan Tubuh Perempuan: Analisis Kekerasan Berbasis Gender dalam Konteks Konflik

By Redaksi
Rabu, 23 Jul 2025
86 Views
Share
6 Min Read
Militerisme dan Tubuh Perempuan: Analisis Kekerasan Berbasis Gender dalam Konteks Konflik
SHARE

Penulis: Saya Krisna Wahyu Yanuar, Sarjana Sosiologi Agama dan Editor di Urupedia.id

Militerisme, sebagai pandangan dan tindakan yang menjadikan kekuatan militer sebagai sarana utama untuk menyelesaikan konflik, telah sejak lama memberikan dampak yang signifikan terhadap perempuan. Dalam situasi konflik bersenjata, tubuh wanita seringkali dijadikan simbol serta tempat terjadinya pertempuran, mengalami kekerasan seksual, eksploitasi, dan penindasan yang sistematis. Esai ini mengeksplorasi hubungan antara militerisme dan kekerasan yang berkaitan dengan gender, serta efeknya terhadap tubuh perempuan dalam beragam konflik, baik di tingkat global maupun domestik.

Militerisme membentuk suatu sistem kekuasaan yang bersifat maskulin dan berjenjang, di mana kekerasan digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan legitimasi. Dalam kerangka ini, perempuan seringkali ditempatkan sebagai korban atau objek, bukan sebagai subjek yang aktif.

Kekerasan seksual dimanfaatkan sebagai alat dalam peperangan untuk merusak komunitas, menimbulkan rasa takut, dan memalukan lawan. Misalnya, selama genosida di Rwanda pada tahun 1994, diperkirakan bahwa antara 100. 000 hingga 250.000 perempuan mengalami pemerkosaan, dengan kekerasan seksual digunakan sebagai sarana genosida untuk menghancurkan kelompok etnis Tutsi.

Studi Kasus: Republik Demokratik Kongo

Di Republik Demokratik Kongo, angkatan bersenjata dan militer telah terlibat dalam praktik kekerasan seksual yang terjadi secara terorganisir. Pada tahun 2023, terdapat lebih dari 123. 000 laporan mengenai kekerasan yang berlandaskan gender, meningkat sebesar 300 persen dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya. Militerisme di tempat ini tidak hanya menciptakan situasi yang mendukung kekerasan, tetapi juga memperkuat kebebasan dari hukuman bagi para pelaku.

Kekerasan seksual yang terjadi dalam situasi konflik memiliki dampak yang berlangsung lama terhadap kesehatan fisik dan mental perempuan. Selain dampak psikologis, banyak korban juga mengalami infeksi menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, serta stigma sosial. Di Sierra Leone, pada masa perang saudara, sekitar 257. 000 wanita menjadi korban kekerasan seksual, dengan banyak di antaranya mengalami pemerkosaan berkelompok serta perbudakan seksual.

Di samping itu, perempuan sering kali mengalami penyingkiran dalam proses pemulihan setelah konflik. Walaupun Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 menyoroti signifikansi keterlibatan perempuan dalam proses perdamaian, pada tahun 2023, perempuan hanya menyumbang 9,6% dari jumlah negosiator dalam upaya perdamaian di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh perempuan sering kali dipandang hanya sebagai korban, bukan sebagai penggerak perubahan.

Kekerasan Berbasis Militerisme terhadap Perempuan di Indonesia

Di Indonesia, catatan sejarah militerisme menunjukkan kecenderungan kekerasan terhadap perempuan. Pada masa Orde Baru, angkatan bersenjata memainkan peran utama dalam bidang politik dan keamanan, dengan banyak laporan mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi di wilayah konflik seperti Aceh, Papua, dan Timor Leste. Kasus Marsinah, seorang aktivis pekerja yang diculik dan dibunuh pada tahun 1993, telah menjadi lambang kekerasan negara terhadap perempuan.

Revisi Undang-Undang TNI yang diajukan pada tahun 2025 menimbulkan keprihatinan mengenai kemungkinan kembalinya dwifungsi TNI serta peningkatan keterlibatan militer dalam aspek kehidupan sipil. Aktivis perempuan berpendapat bahwa ini dapat memperkuat sikap militer dan meningkatkan potensi terjadinya kekerasan yang berkaitan dengan gender.

Walaupun mengalami banyak kesulitan, wanita di berbagai penjuru dunia telah memperlihatkan daya tahan dan perlawanan terhadap tindakan militer. Di Kashmir, wanita tidak hanya menjadi korban, tetapi juga pelaku perdamaian, berpartisipasi dalam pembicaraan dan upaya rekonsiliasi antar-komunitas.

Di Indonesia, kelompok-kelompok seperti Solidaritas Perempuan dan Perempuan Mahardhika sedang aktif memperjuangkan hak-hak perempuan serta melawan praktik militerisme. Mereka menggarisbawahi signifikansi sudut pandang feminis dalam kebijakan keamanan serta perlunya mempertanggungjawabkan tindakan para pelaku kekerasan.

Militerisme telah menciptakan situasi yang mendukung dan memperkuat tindakan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Tubuh wanita menjadi tempat pertarungan dalam konflik, mengalami kekerasan yang membawa dampak yang berkepanjangan. Namun, perempuan juga memperlihatkan ketahanan dan perlawanan, bertindak sebagai penggerak perubahan dalam usaha mencapai perdamaian dan keadilan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengimplementasikan pendekatan feminis dalam kebijakan keamanan serta memastikan keterlibatan aktif perempuan dalam setiap bagian proses perdamaian.

Daftar Pustaka
The Guardian. (2025). Women and girls ‘not safe anywhere’ as Darfur suffers surge in sexual violence. https://www.theguardian.com/global-development/2025/may/31/sexual-violence-sudan-darfur-medecins-sans-frontieres-rape-rsf-paramilitary?utm_source=chatgpt.com

The Guardian. (2025). The story of war is one of kidnapping, slavery and rape. And what we talk about is strategy and territory. theguardian.com

Media Indonesia. (2024). PBB: Kematian Perempuan akibat Konflik Naik Berlipat Ganda. mediaindonesia.com

Wikipedia. (2025). Rape during the Rwandan genocide. en.wikipedia.org+1en.wikipedia.org+1

Wikipedia. (2025). Rape during the Sierra Leone Civil War. en.wikipedia.org+1theguardian.com+1

Konde.co. (2025). Kenapa Perempuan Harus Tolak Revisi UU TNI? Ancaman Militerisme dari Perspektif Feminis. konde.co

UGM Repository. (2021). Analisis Perempuan dalam Praktik Kekerasan Berbasis Identitas Komunal dan Upaya Resistensi hingga Membangun Perdamaian: Studi Kasus Konflik Bersenjata Kashmir. etd.repository.ugm.ac.id

Solidaritas Perempuan. (2025). Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan: Negara Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Perempuan — Stop Militerisme. solidaritasperempuan.org

PeaceWomen. (2025). Sexual Violence in Conflict and Militarism

TAGGED:Kekerasan Berbasis GenderMiliterisme dan Tubuh Perempuan
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp

Terbaru

  • Abadi Nan Jaya: Ketika Jamu, Ambisi, dan Mayat Hidup Menyatu di Tanah Jawa Sabtu, 15 Nov 2025
  • Membaca Indonesia melalui Novel Terbaru Ratih Kumala “Koloni” Sabtu, 15 Nov 2025
  • Longsor Cilacap: 3 Warga Tewas, 20 Masih Hilang Sabtu, 15 Nov 2025
  • Chiko Resmi Ditahan Polda Jateng, Penanganan Kasus Tetap Sesuai Prosedur Jumat, 14 Nov 2025
  • Lewat Program “Pegadaian Mengajar”, Tenaga Kesehatan Banyumas Dibekali Literasi Keuangan Jumat, 14 Nov 2025
  • Digelar 10 Hari, Pameran dan Kontes Tanaman Hias di Semarang Kembali Geliatkan Komunitas Jumat, 14 Nov 2025
  • Inovasi Profesor Undip Ini Jadi Rujukan Dunia, Mampu Olah Kekayaan Alam untuk Pangan Fungsional Jumat, 14 Nov 2025

Berita Lainnya

Opini

Abadi Nan Jaya: Ketika Jamu, Ambisi, dan Mayat Hidup Menyatu di Tanah Jawa

Sabtu, 15 Nov 2025
Opini

Membaca Indonesia melalui Novel Terbaru Ratih Kumala “Koloni”

Sabtu, 15 Nov 2025
Opini

Kesehatan Mental sebagai Isu Politik Publik: Saat Silang Pandang Kebijakan dan Empati

Senin, 10 Nov 2025
Opini

Pentingnya Etika dalam Penggunaan Kecerdasan Buatan

Jumat, 17 Okt 2025
Indoraya NewsIndoraya News
Follow US
Copyright (c) 2025 Indoraya News
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • STANDAR PERLINDUNGAN WARTAWAN
  • TENTANG KAMI
  • DISCLAIMER
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?