Merger BPR BKK Jateng Jadi BPR Syariah Bakal Geliatkan Pariwisata Ramah Muslim

Athok Mahfud
101 Views
3 Min Read
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen dalam Rapat Paripurna di Gedung Berlian DPRD Jateng, Selasa (25/3/2025). (Foto: Dok. Pemprov Jateng)

INDORAYA – Rencana merger atau penggabungan Bank Perekonomian Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) di Jawa Tengah menjadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Syariah diharap bakal menggeliatkan sektor pariwisata ramah muslim.

Rencana ini semakin matang setelah DPRD Jateng menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang merger BPR BKK Jateng menjadi BPR Syariah dalam Rapat Paripurna di Gedung Berlian DPRD Jateng, Selasa (25/3/2025).

Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen mengatakan, pembentukan BPR Syariah milik pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi Jateng merupakan suatu kebutuhan pada saat ini.

“Bagus, artinya ada penggabungan, peningkatan,” kata dia usai rapat paripurna yang dihadiri puluhan anggota DPRD Jateng.

Pihaknya mendorong keberadaan BPR Syariah untuk bisa menjadi salah satu motor penggerak dalam mendukung program kerja Pemprov Jateng ke depan. Salah satunya sektor pariwisata ramah muslim.

“Salah satunya itu pariwisata ramah muslim. Di dalamnya ada ekonomi syariah,” ungkap Gus Yasin, sapaan akrabnya.

Dia berharap Perda tentang keberadaan BPR Syariah bisa segera diselesaikan tahun 2025 ini. Harapannya, melalui lebih dari 30 perbankan syariah milik pemerintah daerah dan Pemprov Jateng itu mampu meningkatkan jumlah nasabah.

Inisiasi Pemprov Jateng akan merger perbankan Syariah itu ialah tindak lanjut dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).

Pada kesempatan yang berbeda, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 3 Jawa Tengah mengajak industri jasa keuangan khususnya untuk lebih masif mengenalkan produk keuangan syariah.

Pelaksana Tugas (Plt) OJK Kantor Regional 3 Jawa Tengah, Bambang Hermanto, mengatakan, pentingnya untuk mendorong ekonomi dan keuangan syariah agar lebih baik perkembangannya di wilayah tersebut khususnya.

“Terkait dengan keuangan syariah, tingkat literasinya masih cukup rendah, masih pada kisaran 18-19 persen, inklusinya 15 persen. Jauh dibandingkan dengan literasi keuangan secara umum pada angka 50 persen, dan inklusinya 80 persen,” kata dia belum lama ini.

Bambang mengatakan, para pelaku dan penggiat keuangan syariah supaya lebih masif mengenalkan produk ekonomi tersebut kepada masyarakat. Hal tersebut juga sebagai alternatif masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan dengan prinsip syariah.

“(Keuangan syariah) sudah mulai hadir di pasar modal, perbankan, asuransi, hampir semuanya sudah ada layanan syariah,” ungkap dia.

Lebih lanjut, pihaknya juga terus menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam menjaga stabilitas keuangan dalam mendukung perekonomian di wilayah tersebut.

“Melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dalam literasi inklusi keuangan, dan pengawasan. Program gerak syariah juga didukung baik,” tandas Bambang.

Share This Article