Mengenang Sejarah Kampung, Warga Rororejo Arak Dayung

Redaksi
By Redaksi
20 Views
2 Min Read
Arak-arakan Festival Kampung "Sobo Roworejo: Srawung" di Wonolopo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Minggu (29/5/2022).

INDORAYA – Selama dua hari berturut-turut (29-30 Mei 2022) warga Roworejo, Wonolopo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang menyelenggarakan festival kampung.

Diberi nama “Sobo Roworejo: Srawung”, event ini diharapkan menjadi kegiatan rutin tahunan di Wonolopo. Setelah sebelumnya ditetapakan sebagai kampung tematik ranting pelangi, warga tak henti-hentinya melakukan inovasi.

Ketua Panitia Festival Kampung “Sobo Roworejo: Srawung”, Mulyono (46) mengatakan, acara ini dimaksudkan untuk menggali sejarah Roworejo yang dulunya berupa rawa.

“Dayung kayu berukuran 2 meter menjadi identitas kampung di masa lalu, karena daerah ini dulunya merupakan wilayah rawa, warga banyak menggunakan perahu di daerah sini,” ujarnya belum lama ini.

Bekerja sama dengan Kolektif Hysteria, festival ini juga menggelar tour keliling kampung untuk belajar sejarah lokal, pameran foto, dan juga kirab polowoji. Pesertanya merupakan warga sendiri, khususnya anak muda dan anak-anak. Tujuannya tentu mengenalkan sejarah kampung kepada generasi muda. Warga juga mengarak gunungan berupa hasil alam untuk dibawa keliling kampung.

Terlihat puluhan warga bahu membahu mendukung acara. Kirab dibagi dua, pertama dari sendang mbelik ke kelurahan setempat. Rombongan ini mengambil sumber air dari sendang, untuk kemudian dibawa ke kantor kelurahan.

Dan dari kantor kelurahan, dibawa oleh rombongan kedua ke RT 3 RW 7 yang merupakan titik tengah RW 7 sebagai inisiatot festival. Arak-arakan pertama membawa kendiri berisi sumber mata air yang dimasukkan, dan rombongan kedua membawa gunungan sebagai ungkapan puji syukur. Dalam rombongan arak-arakan tersebut, mereka juga membawa dayung sebagai simbol sejarah kampung mereka.

Parijah (50) warga RT 3 RW 7, Kelurahan Wonolopo, Kecamatan Mijen mengatakan, dirinya senang terlibat kegiatan ini sebagai upaya mengguyubkan warga. “Saya kangen suasana kekeluargaan seperti ini,” katanya.

Sementara itu Direktur Hysteria, Adin Salahadin mengatakan, upaya ini penting sebagai upaya merawat solidaritas sosial. “Bahan bakarnya adalah kepentingan warga itu sendiri, dengan demikian festival bisa diharapkan berlangsung rutin dan mandiri karena sudah menjadi kebutuhan mereka,” pungkasnya.(IR)

Share This Article