INDORAYA – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan mengapa harga cabai masih tinggi. Menurutnya, hal ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki banyak sistem pertanian greenhouse.
“Harga cabai bisa mahal karena kita belum memiliki banyak sistem pertanian greenhouse. Meskipun ada beberapa, namun masih terbatas. Sehingga, produksi cabai masih tergantung pada musim,” ujarnya di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, pada Minggu (17/3).
Pertanian greenhouse adalah sistem pertanian di mana tanaman ditanam dalam lingkungan terkontrol tanpa memperhatikan musim. Dalam sistem ini, kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan, cahaya, dan sirkulasi udara dapat dikendalikan dengan baik.
Zulhas menjelaskan bahwa karena masih sedikitnya sistem pertanian greenhouse, produksi cabai masih sangat tergantung pada kondisi musim. Terlebih lagi, curah hujan yang tinggi saat ini menyebabkan gagal panen.
Di sisi lain, saat produksi cabai menurun, permintaan justru meningkat. Hal ini menyebabkan harga cabai semakin tinggi.
“Oleh karena itu, kita perlu mengembangkan metode penanaman yang tidak tergantung pada cuaca,” tambah Zulhas.
Terkait harga telur, Zulhas menyatakan bahwa harga sudah mulai turun. Ia menyebutkan bahwa harga telur turun dari Rp32 ribu menjadi Rp29 ribu per kilogram.
“Harga telur sebelumnya Rp32 ribu, sekarang ada yang Rp29 ribu. Harganya sedang berangsur turun,” jelasnya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), harga telur ayam dan cabai mengalami lonjakan pada awal Maret 2024 menjelang bulan puasa.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa harga telur ayam ras naik sebesar 5,26 persen dibandingkan bulan Februari 2024.
Kenaikan harga terjadi di 271 kabupaten/kota, dengan rata-rata harga telur ayam ras sebesar Rp32.096 per kilogram.