Ad imageAd image

Marsono Cabup Boyolali Mengangkat Simbol Sedulur Papat Lima Pancer

Redaksi Indoraya
By Redaksi Indoraya 117 Views
4 Min Read
Marsono dan Saifulhaq Mayyazi, didampingi ribuan pendukungnya, mendaftarkan diri sebagai paslon Bupati Boyolali di KPU pada 29 Agustus 2024, mengusung simbol Sedulur Papat Lima Pancer untuk mengintegrasikan nilai budaya Jawa dalam politik. (Foto: PDI-P Boyolali)

INDORAYA – Pada 29 Agustus 2024, Boyolali menjadi saksi langkah penting Marsono dan Saifulhaq Mayyazi yang resmi mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati di KPU Boyolali. Didampingi ribuan pendukung, acara ini menjadi lebih dari sekadar formalitas politik—ini adalah perayaan budaya yang kaya makna.

Simbol Sedulur Papat Lima Pancer menjadi pusat perhatian dalam pendaftaran ini, tidak hanya sebagai hiasan tetapi sebagai cerminan filosofi yang mencakup pandangan hidup dan visi politik Marsono. Untuk memahami kedalaman simbol ini, kita perlu melihat perjalanan Marsono dan kaitannya dengan tradisi Jawa.

Sedulur Papat Lima Pancer adalah konsep spiritual yang menggambarkan empat elemen alam—air, api, angin, dan tanah—yang selalu menemani manusia sejak lahir. Elemen-elemen ini melambangkan aspek penting dalam kehidupan, dengan Pancer sebagai pusat yang merujuk pada diri manusia.

Dalam politik, simbol ini menandakan upaya Marsono dalam menyeimbangkan berbagai aspek kepemimpinan.

“Sedulur Papat Lima Pancer adalah filosofi yang mengingatkan kita tentang pentingnya keseimbangan dalam kehidupan. Dalam kepemimpinan, saya berkomitmen untuk melibatkan semua elemen masyarakat demi mencapai kesejahteraan bersama. Ini bukan hanya tentang politik, tetapi tentang menjaga harmoni,” ujar Marsono.

Iring-iringan menuju KPU menggabungkan simbol tradisional seperti wayang punokawan dan Sedulur Papat Lima Pancer, menunjukkan niat Marsono mengintegrasikan nilai tradisional dengan modernitas. Ini lebih dari sekadar estetika kampanye; ini adalah pesan kuat tentang inklusivitas dan keseimbangan.

Dalam dunia politik modern yang sering kali menekankan kekuasaan, mengangkat simbol tradisional ini menunjukkan penghargaan Marsono terhadap akar budaya dan spiritualitas yang ingin diterapkan dalam kepemimpinan.

Marsono, lahir pada 8 Mei 1973 di Boyolali, memiliki latar belakang kuat dalam politik dan hukum dengan pendidikan dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Karier politiknya dimulai sebagai anggota DPRD Boyolali, kemudian menjabat Ketua DPRD Boyolali periode 2019-2024.

Keputusan untuk mundur dari DPRD periode 2024-2029 menunjukkan tekadnya fokus pada Pilkada dan membawa perubahan bagi Boyolali.

“Kami ingin Boyolali tidak hanya maju, tetapi juga berakar kuat pada tradisi dan nilai-nilai kita,” lanjut Marsono.

Bagi masyarakat Boyolali, penggunaan simbol ini dalam pendaftaran Marsono membawa arti penting. Pertama, ini menunjukkan bahwa Marsono menghormati tradisi lokal.

Kedua, simbol ini mengingatkan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam menentukan arah pembangunan. Sedulur Papat Lima Pancer berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya harmoni dan keseimbangan dalam masyarakat.

Marsono berkomitmen menjadikan seni dan budaya sebagai pilar pembangunan, serta memperkuat identitas dan kebanggaan lokal. Dukungan dari partai-partai besar seperti PDIP, PKS, dan PPP, serta berbagai elemen masyarakat, memperkuat posisi Marsono dalam Pilkada ini.

Penggunaan simbol Sedulur Papat Lima Pancer menandakan integrasi nilai-nilai tradisional dalam politik modern. Ini mencerminkan strategi kampanye Marsono yang tidak hanya berfokus pada kekuasaan, tetapi juga pada nilai-nilai masyarakat dan budaya Jawa.

Bagi Marsono, ini adalah panduan dalam menjalankan visi dan misinya untuk Boyolali yang sejahtera dan berbudaya, serta mengingatkan masyarakat akan pentingnya harmoni dalam kehidupan.

Sebagai pengamat politik, penggunaan simbol ini menunjukkan kedalaman strategi kampanye Marsono yang menitikberatkan pada nilai-nilai masyarakat dan budaya Jawa.

Share This Article
Leave a comment