INDORAYA – Penutupan Tahun Baru China atau Cap Go Meh di Sekolah Karangturi, dirayakan dengan penyajian Lontong Cap Go Meh, simbol akulturasi budaya Jawa dan Tiongkok, pada Jumat (14/2/2025).
Lontong Cap Go Meh terdiri dari lontong, sayur lodeh, sambal goreng ati, kuah opor, suwiran ayam, abing, docang, bubuk kedelai, dan kerupuk udang, yang semuanya berpadu menciptakan cita rasa yang khas.
Ketua Yayasan Nasional Pendidikan Karangturi, Harjanto Halim, menjelaskan bahwa tradisi makan Lontong Cap Go Meh hanya ada di Semarang dan menjadi hidangan wajib dalam perayaan Cap Go Meh.
Ia mengatakan tradisi ini berasal dari pengaruh orang Tionghoa yang mengadopsi kebiasaan lokal, seperti acara Syawalan yang diadakan seminggu setelah Lebaran. Begitu pula dengan Cap Go Meh, yang dirayakan seminggu setelah Imlek.
“Cap Go Meh sebenarnya adalah penutupan tahun baru Imlek, yang mirip dengan bada Syawal di Jawa, di mana orang makan lontong. Di sini, kita punya Lontong Cap Go Meh untuk merayakan dua minggu setelah Imlek,” ujar Harjanto.
Bagi masyarakat Tionghoa di Semarang, makan Lontong Cap Go Meh adalah tradisi yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, perayaan Cap Go Meh di Tiongkok kini juga telah mengalami akulturasi dengan budaya Jawa, salah satunya dengan adanya sajian wedang ronde.
Di Semarang, masyarakat Tionghoa menyesuaikan diri dengan kebiasaan lokal, yaitu menikmati Lontong Cap Go Meh sebagai bagian dari perayaan tersebut.
“Orang Tionghoa Semarang merasa ada yang kurang kalau belum makan Lontong Cap Go Meh. Bahkan, di Tiongkok pada tanggal 15 Cap Go Meh, mereka makan wedang ronde. Ini menunjukkan bagaimana budaya Jawa telah diterima oleh orang Tiongkok, dan sebaliknya. Saya senang melihat bagaimana perayaan ini mencerminkan akulturasi budaya,” ungkapnya.
Harjanto juga berharap perayaan ini dapat membawa kebahagiaan dan mempererat hubungan antar keluarga.
Imlek dan Cap Go Meh, menurut Harjanto, memiliki makna yang mirip dengan Lebaran, yakni pentingnya berkumpul dengan keluarga besar untuk menjaga silaturahmi dan mempererat hubungan.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kedamaian dalam pertemuan seperti ini, dengan bijaksana menghadapi setiap perbedaan.