Macron mengalahkan penantang utamanya, pemimpin sayap kanan jauh Marine Le Pen, dalam pemungutan suara untuk pilpres putaran kedua yang digelar Minggu (24/4) waktu setempat. Kemenangan Macron itu memberikannya periode kedua untuk memimpin Prancis selama lima tahun ke depan.
Kemenangan Macron itu juga mencegah apa yang dikhawatirkan menjadi gangguan politik besar.
Dengan 97 persen suara dihitung, Macron berada di jalur untuk mendapatkan 57,4 persen suara solid. Hal itu berdasarkan penghitungan Kementerian Dalam Negeri Prancis.
Meskipun Macron menang dengan margin cukup besar, tingkat abstain dalam pilpres Prancis tahun ini diperkirakan akan mencapai titik tertinggi sejak tahun 1969, dengan sejumlah besar pemilih enggan memilih untuk Macron maupun Le Pen.
Antara putaran pertama dan putaran kedua, aksi protes digelar oleh para mahasiswa di luar Universitas Sorbonne di Paris dan beberapa universitas lainnya. Dalam aksinya, para mahasiswa itu mengungkapkan kekecewaan mereka dengan pilihan yang diberikan dalam pilpres.
Sementara itu, para pendukung Macron bersorak gembira saat hasil pilpres muncul di layar raksasa di taman Champ de Mars, dekat menara Eiffel, Paris.
Macron dalam pidato kemenangannya mengakui bahwa banyak yang hanya memilih dia untuk menjauhkan Le Pen dan dia berjanji untuk mengatasi perasaan banyak orang Prancis bahwa standar hidup mereka sedang merosot.
“Banyak orang di negara ini memilih saya bukan karena mereka mendukung ide-ide saya, tetapi untuk mencegah ide-ide sayap kanan. Saya ingin berterima kasih kepada mereka dan tahu bahwa saya berutang budi kepada mereka di tahun-tahun mendatang,” katanya.
“Tidak seorang pun di Prancis akan ditinggalkan di pinggir jalan,” katanya dalam pesan yang telah disebarkan oleh para menteri senior yang berkeliling di stasiun TV Prancis.(FZ)