Kasus Kematian Warga Semarang, Keluarga Temukan Bukti Penganiayaan Usai Dikeroyok 6 Polisi Yogyakarta

Dickri Tifani
28 Views
4 Min Read
Keluarga mendiang Darso didampingi kuasa hukumnya, saat ditemui wartawan di rumah duka, Sabtu (11/1/2025). (Foto: Dickri Tifani Badi/Indoraya)

INDORAYA – Seorang pria bernama Darso (43), warga Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), tewas setelah diduga menjadi korban penganiayaan oleh enam oknum polisi Yogyakarta.

Keluarga korban, yang diwakili oleh istrinya, Poniyem (42), mengungkapkan bahwa awalnya polisi memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

Poniyem menceritakan bahwa pada 21 September 2024, sekitar pukul 06.00 WIB, Darso dijemput oleh tiga orang yang diduga anggota Polresta Yogyakarta.

Setelah dua jam dibawa menggunakan mobil, oknum polisi tersebut kembali mendatangi rumah Darso bersama Ketua RT setempat.

Namun, ketua RT tidak memberikan penjelasan mengenai alasan Darso dibawa ke rumah sakit, melainkan hanya meminta obat milik Darso.

“Ke sini ngomongnya mau ambil obat, sementara suami saya sudah dibawa ke rumah sakit. Memang sebelumnya ada riwayat, tapi sebelumnya sehat-sehat saja, minum obat jantung,” kata Poniyem saat ditemui wartawan di rumah mendiang, Kecamatan Mijen, Sabtu (10/1/2025) kemarin.

Ketua RT itu, menurut Poniyem, tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai siapa pihak yang terlibat, dan hanya menyebutkan bahwa Darso terlibat masalah di Yogyakarta.

“Pak RT tidak menerangkan itu (polisi) siapa. Katanya cuma Pak Darso ada masalah di Jogja. Pak RT juga nggak tahu. (Pak RT dimanfaatkan pilisi untuk bilang ke Anda?) Iya,” beber dia.

Usai mendengarkan kabar tersebut, Poniyem terkejut dan segera menuju rumah sakit.

Namun, kejutan yang lebih besar datang saat ia melihat kondisi Darso yang sudah tak berdaya. Wajah suaminya penuh luka lebam, terutama di bagian kepala, yang membuatnya semakin bingung dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

“Katanya polisinya kebentur pintu mobil. Bilangnya waktu itu katanya (Darso) memberontak, terus terbentur kaca pintu mobil, jadinya di sini (kepala) lebam,” jelas dia mengungkap perkataan polisi.

Poniyem juga mengungkapkan setelah enam polisi yang disebut-sebut itu meninggalkan rumah sakit, Darso akhirnya membuka suara dan menceritakan bahwa dirinya baru saja dianiaya oleh oknum-oknum tersebut.

Mendengar pengakuan itu, ia merasa semakin ragu dan tak bisa lagi mempercayai penjelasan yang diberikan polisi sebelumnya.

“Saya nggak percaya, soalnya suami saya bilang dipukuli begitu. Setelah polisi itu keluar semuanya, baru cerita. Nggak mungkin kalau terbentur, hitam lebamnya, saya lihat sendiri,” tegasnya.

Sementara itu, Tocahyo (34), adik kandung Darso, mengungkapkan bahwa sebelum meninggal, korban sempat menceritakan kepadanya tentang penganiayaan yang dialaminya dari tangan oknum-oknum tersebut.

Keluarga juga memiliki bukti video, yang menunjukkan Darso mengaku telah dipukuli, serta rekaman dari seorang saksi yang memperlihatkan lokasi tempat Darso dibawa.

“Saya dapat kabar kalau Darso masuk rumah sakit. Keesokan harinya saya ke rumah sakit. Di sana dia bilang habis dipukuli enam orang dari Jogja. Polisi semua,” tuturnya.

Saat itu, Darso juga meminta Cahyo agar kejadian yang menimpa dirinya bisa diproses secara hukum. Oleh karenanya, ia melaporkan hal tersebut ke Polda Jateng, karena mediasi yang beberapa kali dilakukan tak pernah membuahkan hasil.

“Di rumah dia (Darso) bilang ke saya kalau ingin menuntut oknum itu. Karena merasa tersakiti, dianiaya itu,” ungkapnya.

“Keluarga tidak mau damai. Maunya keadilan, sesuai amanat almarhum,” lanjutnya.

Share This Article