INDORAYA – Kasus gagalnya gelaran lomba tari yang mengatasnamakan hadiah piala gubernur Jawa Tengah (Jateng) kian panas. Ketua panitia, Mei Sulistyoningsih, disomasi karena diduga telah mencemarkan nama baik kedua anggota panitianya.
Awalnya lomba yang rencananya digelar di Taman Indonesia Kaya Kota Semarang pada Jumat (20/12/2024) gagal hingga ratusan penari merasa dirugikan. Mei lalu dilaporkan ke Polda Jateng atas dugaan penipuan.
Namun Mei yang merupakan Ketua Semarang Economy Creative (SEC) selaku penyelenggara event tidak terima. Dia lantas menyalahkan dua anggota panitia lainnya, Wasi dan Putri Hanna.
Mei menyebut gagalnya lomba tari ini disebabkan oleh ayah dan anak itu tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai penanggung jawab lomba tari. Mulai dari kesiapan alat, konsumsi, dan sebagainya.
Bahkan Putri Hanna dituduh melakukan sabotase sound system hingga pada hari H acara belum siap. Wasi juga dituduh memprovokasi peserta lomba tari untuk melaporkan hal ini ke Kantor Gubernur Jateng.
Kasus ini pun berbuntut panjang. Wasi dan Putri tidak terima dengan tuduhan yang dilontarkan Mei terhadapnya. Mereka akhirnya melayangkan somasi terbuka kepada dosen Universitas PGRI Semarang tersebut.
Dalam somasi bernomor 067/SLO/2025, kuasa hukum Wasi dan Putri dari Solidarity Law Office, Bangkit Mahanantyo menyebut tuduhan Mei merupakan informasi tidak benar dan membuat nama baik kliennya tercemar atau rusak.
Dia mengatakan, tuduhan itu tidak dapat dibuktikan. Pasalnya Putri Hanna bukanlah penanggung jawab sound system meskipun ia masuk dalam struktur kepanitiaan.
“Jadi sound yang disematkan oleh Bu Mei yang dituduhkan disabotase oleh Mbak Putri tidak terbukti karena penanggung jawabnya bukan Mbak Putri,” katanya dalam konferensi pers di Hotel MG Setos Semarang, Kamis (9/1/2025).
Sementara tuduhan terhadap Wasi terkait provokasi peserta untuk melapor ke Kantor Gubernur Jateng, menurut Bangkit, kliennya justru berniat baik untuk melakukan komunikasi dengan pihak gubernuran.
“Karena ini piala gubernuran maka Pak Wasi mengajak rekan-rekan pegiat tari dan peserta lain untuk mendapatkan kepastian di gubernuran,” ungkap Bangkit.
Namun begitu sampai lokasi pada saat hari H acara, para peserta lomba tari terkejut karena acara tidak terdaftar di Kantor Gubernur. Padahal lomba ini mengatasnamakan piala gubernur.
“Dan kita terkaget-kaget ternyata gubenur tidak merasa memiliki kegiatan tersebut. Artinya secara legalitas pun untuk kegiatan ini bisa kita anggap cacat, dari plakat atau piagam yang kita terima ternyata tidak ada tanda tangan oleh gubernur,” kata dia.
Dia menegaskan, seharusnya Mei bertanggung jawab atas gagalnya lomba tersebut, bukan malah mencari kambing hitam.
“Kita melihat ketika ada kesalahan kenapa ibu mei seakan menyari kambing hitam,” tegas Bangkit.
Pihaknya pun memberi teguran keras kepada Mei untuk melakukan klarifikasi atas tuduhan terhadap Wasi dan Putri. Jika dalam waktu 3×24 jam tidak ada iktikad baik, masalah ini akan dibawa ke ranah hukum.
Mei diduga mencemarkan nama baik kedua anggota panitianya dan telah melanggar Pasal 310, 311, 315, KUHP Jo Pasal 27A, 45 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).