INDORAYA – Tim Pemenangan Pasangan Cagub Ahmad Luthfi dan Cawagub Taj Yasin Maimoen alias Gus Yasin menanggapi isu dugaan pengerahan aparat negara untuk pemenangan kontestasi Pilgub Jateng.
Jubir Paslon Luthfi-Yasin, Zulkifli Gayo mengatakan, hembusan isu maupun dugaan-dugaan itu semestinya tak dihembuskan ke publik karena akan menjadi bola liar. Alangkah bagusnya, jika ada yang mengetahui hal itu dan memiliki bukti, bisa segera dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Pilkada ini kan ada penyelenggaranya, ada wasitnya yaitu Bawaslu. Kalau sesama pemain (paslon dan pendukung) saling mengomentari maka tidak bagus. Semua dipersilakan ke wasit, komplainnya ke sana,” kata Zulkifli, Jumat (29/11/2024).
Komentar-komentar negatif tentang pelaksanaan Pilkada namun tak diikuti tindakan penyelesaian melalui Bawaslu, maka dinilai memperkeruh suasana.
Semua pihak, lanjutnya, harus mulai mendinginkan suasana setelah memanas di kontestasi Pilkada 27 November 2024. Tujuannya adalah mempererat kerukunan serta kedamaian antara sesama warga Jateng.
“Jangan memperkeruh suasana. Ini sudah saatnya rangkulan bareng, sama-sama membangun Jawa Tengah,” ujarnya.
Menurutnya, sudah jauh-jauh hari lalu paslon 02 menyampaikan, siapapun yang menang di kontestasi Pilgub Jateng 2024 ini adalah putra terbaik. Siapapun yang menang maka sejatinya yang menang adalah rakyat.
Maka sudah saatnya semua pihak memberikan dukungan. Lantaran setelah kontestasi ada rekonsiliasi guna mengoptimalkan dukungan dalam pembangunan Jawa Tengah di 5 tahun mendatang.
Sesuai penghitungan internal, Zulkifli menyampaikan, Paslon Ahmad Luthfi dan Gus Yasin mendapatkan 59,12 persen suara dan sisanya diperoleh paslon Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyoroti kekalahan pasangan calon kepala daerah yang diusung partainya dalam Pilkada Jawa Tengah 2024.
Ia menerima laporan mengenai penggunaan penjabat kepala daerah dan mutasi aparatur kepolisian yang masif demi tujuan politik elektoral.
Ia menyebut di Jawa Tengah, ada laporan betapa masifnya penggunaan penjabat kepala daerah, hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik elektoral.