INDORAYA – Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menyebut sebanyak 54 ribu pangkalan LPG 3 Kg telah beroperasi di 35 kabupaten/kota di wilayah tersebut.
Kepala Dinas ESDM Jateng, Boedyo Dharmawan mengungkapkan, jumlah ini masih terbilang sedikit dengan kondisi Jateng yang memiliki sebanyak 8.563 desa/kelurahan. Pasalnya tiap desa rata-rata hanya ada 5 sampai 6 pangkalan.
“Memang, 54 ribu bila dibandingkan jumlah desa se-Jateng sebenarnya kurang, hanya ada 5-6 pangkalan mungkin dalam 1 desa,” katanya kepada wartawan, belum lama ini.
ESDM Jateng menyambut baik kebijakan baru terkait pengecer yang bisa berjualan kembali dengan syarat mendaftar sebagai sub pangkalan setelah sebelumnya dilarang dan menimbulkan gejolak di masyarakat.
Dengan kebijakan ini pihaknya mendorong agar pengecer bisa naik kelas. Tidak hanya menjadi sub pangkalan, bahkan kalau bisa menjadi pangkalan.
“Makanya pengecer ini sebenarnya cukup membantu. Jadi Harapannya di masa transisi ini, status pangkalan bisa bertambah seiring waktu,” kata Boedyo.
Dia menyebut, peran pengecer selama ini telah berjasa dalam mendekatkan kuota LPG 3 Kg kepada masyarakat sehingga gas subsidi tersebut tidak sulit untuk dicari.
“Kita tak bisa gantikan peran pengecer. Karena selama ini sudah kontribusi layani masyarakat. Makanya kami akan dorong pengecer tetap bisa layani dan menjadi pangkalan,” ungkap dia.
Boedyo bilang, kebijakan terkait larangan pengecer menjual LPG 3 Kg sebelum akhirnya direvisi sebenarnya memiliki tujuan baik. Pasalnya keberadaan pengecer terkadang membuat harga gas subsidi tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp 18 ribu.
Kata dia, banyak pengecer yang menjualnya dengan harga tidak wajar, yakni Rp 23 hingga 25 ribu. Dengan harga ini tentunya akan memberatkan masyarakat atau konsumen.
“Maka langkahnya kita dorong pengecer jadi pangkalan. Karena kalau mereka tetap jadi pengecer yang ada justru harga elpiji 3 kilogram di tingkat konsumen bisa naik sampai Rp23.000 atau Rp25.000,” ungkap Boeyo.