INDORAYA – Warga Kota Solo dikejutkan oleh fenomena hujan es yang terjadi kemarin sore. Hujan es berlangsung selama sekitar 10 menit di kawasan Mojosongo.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Tengah menjelaskan bahwa hujan es dapat terjadi di daerah lain selama masa transisi atau pancaroba.
Penjelasan ini disampaikan oleh Prakirawan Cuaca Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Winda Ratri, di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani, Kelurahan Tambakharjo, Kecamatan Semarang Barat. Ia menyebutkan bahwa hujan yang disertai butiran es adalah fenomena umum saat peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.
“Ini (hujan es) bisa terjadi, karena adanya awan Cumulonimbus yang tumbuh cukup tinggi sampai di lapisan freezing level, yaitu lapisan di mana suhunya itu 0 derajat,” kata Winda kepada awak media, Selasa (22/10/2024).
“Massa atau uap air terdorong ke atas dari udara naik karena cukup kuat di mana labilitasnya juga kuat, pasti dipengaruhi labilitas udaranya cukup kuat, naik sampai ke lapisan freezing level, jadi nanti massa udara atau airnya berkondensasi dan kemudian bisa terbentuk menjadi es,” lanjutnya.
Winda menjelaskan bahwa dalam awan Cumulonimbus yang mencapai freezing level terdapat partikel air super dingin dan es. Saat awan jenuh dan tidak dapat menampung air lagi, hujan pun terjadi.
“Jika partikel ini ikut turun dan ketika sampai daratan dia belum sepenuhnya cair, maka bisa terjadi hujan es,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa fenomena hujan es yang disertai kilat dan angin kencang bisa muncul hingga akhir Oktober ini. Namun, untuk tahun ini, hujan es baru terjadi di Kota Solo pada Senin (20/10/2024) kemarin.
“Hujan es ini masih bisa terjadi di daerah lain, mengingat belum semua wilayah Jawa Tengah memasuki musim penghujan, masih sebagian besar masih di masa peralihan,” terangnya.
Hujan es dikatakan terjadi di lingkup daerah yang sangat sempit dengan hitungan menit. Oleh karenanya, tidak semua daerah akan terkena hujan es. Bahkan bisa jadi daerah lainnya tak diterjang hujan maupun angin kencang.
“Di Semarang itu pernah, di Mijen juga pernah terjadi, tapi nggak semuanya, di sana hujan es, di sini ternyata pas kita analisa, di sini terang, bisa saja seperti itu, memang sangat lokal,” paparnya.
Ia mengatakan, hujan es di Indonesia ukurannya cukup kecil jika dibandingkan hujan es di luar negeri di Vivian, Amerika Serikat. Jika ukurannya besar, hujan es disebut bisa sampai merusak bangunan.
“Ketika kita tidak memakai payung, kebetulan berada di luar, kalau terkena badan juga lumayan (sakit). Jika memang partikelnya agak besar, bisa saja merusak bangunan,” ungkapnya.