Ad imageAd image

Heri Pudyatmoko: Saat Membuat Kebijakan Jangan Malah Bikin Gaduh Masyarakat

Redaksi
By Redaksi 10 Views
5 Min Read
Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko.

INDORAYA – Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan penggunaan toa masjid dengan gonggongan anjing menjadi polemik. Meski aturan tersebut dikeluarkan dengan tujuan meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga, namun pernyataan Menag saat diwawancarai wartawan malah membuat gaduh karena membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko menegaskan, pihaknya menyayangkan beberapa pejabat publik khususnya menteri, malah kerap membuat gaduh ketika membuat aturan dan kebijakan. Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang mebuat aturan pelaksana program Jaminan Hari Tua yang juga menciptakan pro dan kontra karena masalah usia penerima. Kali ini giliran Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membuat kontroversi dengan pernyataannya tentang aturan azan dan membandingkannya dengan suara anjing.

“Mohon kalau membuat kebijakan jangan malah membuat gaduh. Kasihan masyarakat, di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi malah muncul aturan atau kontroversi yang diciptakan pejabatnya dan menciptakan keresahan,” tegas politisi Partai Gerindra ini.

Terkait dengan pernyataan Menag, sebagai anggota Fraksi Gerindra di DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko menegaskan, ada dua hal menjadi catatan fraksinya. Pertama, terkait dengan Surat Edaran yang telah diterbitkan tentang penggunaan pengeras suara, secara umum ia melihat hal yang baik. Namun menurutnya, Menag harus paham bahwa masyarakat di setiap wilayah di Indonesia itu berbeda-beda.

“Bagi daerah yang sudah terbiasa menggunakan pengeras suara untuk mengumandangkan azan dan mengaji, karena memang semua masyarakat di wilayah tersebut beragama Islam, itu tidak menjadi masalah. Itu sudah jadi tradisi dan berjalan baik-baik saja,” katanya, Kamis (24/2/2022).

Adapun untuk wilayah yang masyarakatnya heterogen, butuh kebijaksanaan dari pengurus masjid. Jadi Menag tidak harus mengeluarkan surat edaran yang sifatnya pukul rata, tapi cukup melakukan pembinaan dengan memberikan pemahaman saja. Tujuannya, Islam sebagai agama dipraktikkan dengan memberi dampak kedamaian dan keselamatan bagi semua.

Yang kedua, soal pernyataan Menag yang membandingkan azan dengan suara anjing, ia sangat tak sepakat. “Jelas itu perbandingan yang tidak relevan. Masak kalimat thoyibah dibandingkan dengan suara hewan? Saya kita sebagaimana tujuan Pak Menag menerbitkan surat edaran yang untuk menjaga kenyamanan masyarakat, pernyataan beliau juga harus menimbulkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan bagi masyarakat. Jangan malah bikin gaduh,” tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad juga menilai berlebihan jika suara azan dianggap sebagai gangguan. “Jika suara azan dianggap sebagai gangguan, saya pikir, itu berlebihan,” kata Dasco dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022).

Dasco mengatakan, suara azan yang begitu indah dan bermakna menjadi semacam budaya di Indonesia. Suara azan dikumandangkan dari masjid dan musala sebanyak 5 kali sehari dengan durasi kurang lebih selama 1 hingga 1,3 menit.

“Tentunya tidak bisa disamakan dengan suara apa saja, apalagi dianggap sebagai suara yang mengganggu,” tutur politikus Partai Gerindra ini.

Bahkan, kata dia, suara azan yang mengingatkan dan memanggil umat muslim untuk salat dapat dikategorikan sebagai kearifan dan cagar budaya dalam hidup bertoleransi antarumat beragama di Indonesia. Untuk itu, di tengah keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia, Dasco mengajak semua pihak untuk memaknai toleransi dengan baik.

“Mari kita pertebal semangat persatuan, saling menghormati dan saling menghargai sesama anak bangsa dan juga antar umat beragama,” ujarnya.

Sebelumnya, viral di media sosial pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas terkait Toa Masjid yang seolah diistilahkan sebagai anjing yang menggonggong. Hal ini sebagaimana respons atas terbitnya aturan SE Surat Edaran (SE) No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Thobib Al-Asyhar menjelaskan, bahwa Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing. “Tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Thobib Al-Asyhar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022).

Thobib mengatakan, Menag Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, penerbitan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala saat kunjungan kerja di Pekanbaru. Menag menyatakan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi, sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.(Advetorial-IR)

Share This Article