INDORAYA — Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko mendorong agar pemerintah daerah dan satuan pendidikan melakukan reformasi kurikulum daerah yang tidak hanya berfokus pada capaian akademik, tetapi juga membangun karakter kepemimpinan, empati sosial, dan kesadaran kebangsaan di kalangan pelajar.
Menurut Heri, dunia pendidikan di era pasca-pandemi dan pasca-pemilu 2024 membutuhkan orientasi baru yang lebih humanis dan kontekstual.
Ia menilai, pendidikan di sekolah belum sepenuhnya menyentuh dimensi sosial yang membentuk generasi muda menjadi pemimpin masa depan yang berintegritas dan peka terhadap masyarakat sekitar.
“Kita sudah terlalu lama menilai keberhasilan pendidikan dari angka dan sertifikat. Padahal, di tengah perubahan sosial yang cepat, sekolah juga harus melahirkan generasi yang punya empati sosial, tanggung jawab, dan keberanian memimpin,” ujar Heri.
Ia menegaskan bahwa reformasi kurikulum daerah harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila, gotong royong, dan inklusivitas sosial, bukan hanya adaptif terhadap teknologi dan pasar kerja. Kurikulum daerah, menurutnya, perlu memberi ruang bagi kegiatan pembelajaran berbasis proyek sosial, kepemimpinan komunitas, serta kemandirian ekonomi lokal.
“Di Jawa Tengah banyak komunitas muda yang sudah bergerak di isu lingkungan, sosial, dan digital. Sekolah dan pemerintah daerah seharusnya memfasilitasi mereka melalui kurikulum yang relevan. Anak-anak harus belajar kepemimpinan bukan hanya dari buku, tapi dari aksi nyata di masyarakat,” tambah Heri.

Heri juga mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah untuk meninjau ulang pelaksanaan muatan lokal (mulok) agar lebih responsif terhadap isu sosial dan lingkungan setempat. Ia mencontohkan, daerah dengan tantangan banjir, kemiskinan, atau urbanisasi tinggi bisa mengembangkan program belajar yang mengasah empati, kolaborasi, dan kemampuan problem solving berbasis lokal.
“Misalnya siswa diajak merancang solusi pengelolaan sampah di desanya, atau membuat gerakan literasi digital untuk warga. Itu bagian dari pendidikan kepemimpinan sosial yang nyata,” ujarnya.
Selain itu, Heri menilai perlu adanya kolaborasi antara sekolah, perguruan tinggi, dan dunia usaha dalam menanamkan nilai kepemimpinan beretika. Dunia pendidikan tidak boleh terpisah dari realitas sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga lulusan tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga tangguh dan memiliki jiwa pengabdian.
“Anak muda kita tidak boleh kehilangan empati di tengah kemajuan teknologi. Pendidikan harus kembali pada akarnya: memanusiakan manusia,” tegasnya.
Dengan dorongan ini, Heri berharap reformasi kurikulum daerah dapat menjadi momentum untuk membentuk sistem pendidikan Jawa Tengah yang lebih berpihak pada karakter, kolaborasi sosial, dan kepemimpinan moral, sekaligus memperkuat daya saing generasi muda di masa depan.


