INDORAYA – Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko menyoroti persoalan anak putus sekolah yang masih terjadi di berbagai daerah. Menurutnya, pendidikan adalah hak dasar yang tidak boleh terputus oleh alasan apapun.
“Pendidikan adalah tanggung jawab kolektif, bukan sekadar urusan sekolah atau pemerintah. Maka kebijakan inklusif harus diciptakan untuk memastikan tidak ada satu pun anak yang tertinggal,” tegas Heri.
Menurur data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah 2024 menunjukkan bahwa meskipun angka partisipasi pendidikan dasar cukup tinggi, masalah masih muncul di tingkat menengah. Banyak anak usia 13 hingga 18 tahun tidak melanjutkan pendidikan.
Adapun faktor penyebabnya cukup berlapis. Diantaranya yakni, kemiskinan yang membuat orang tua kesulitan membiayai kebutuhan sekolah meski biaya pendidikan dasar telah ditanggung pemerintah. Kemudian sebagian anak, terutama di pedesaan, terpaksa berhenti karena harus membantu orang tua bekerja.
Selain itu, di beberapa daerah, pernikahan dini masih menjadi alasan anak perempuan meninggalkan bangku sekolah. Sementara itu, di wilayah terpencil, jarak sekolah yang jauh menambah berat beban siswa dan keluarga.
Heri menilai bahwa persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut. DPRD Jawa Tengah, kata dia, siap mendorong regulasi dan alokasi anggaran yang lebih berpihak pada penyelesaian masalah pendidikan.
Ia juga mengatakan bahwa beasiswa bagi keluarga miskin perlu diperluas, program sekolah inklusif harus ditingkatkan, dan pemerintah daerah wajib mencari terobosan agar anak-anak di pelosok tetap bisa mengakses sekolah.
“Tidak boleh ada anak berhenti sekolah hanya karena biaya seragam atau jarak sekolah yang terlalu jauh. Pemerintah daerah bersama DPRD harus hadir dengan solusi. Bisa berupa subsidi transportasi, beasiswa afirmasi, atau program sekolah berbasis komunitas,” jelasnya.
Selain peran pemerintah, Heri juga menekankan pentingnya dukungan dunia usaha dan komunitas lokal. Dunia usaha, menurutnya, bisa mengambil peran melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di bidang pendidikan. Sementara komunitas dapat membantu mengawasi sekaligus memastikan anak-anak di lingkungannya tetap bersekolah.
“Masalah putus sekolah bukan hanya soal angka. Ini adalah soal masa depan Jawa Tengah. Kalau generasi muda kita tertinggal, bagaimana kita bisa bersaing di masa depan? Karena itu, ini harus jadi agenda prioritas bersama,” pungkasnya.


