Ad imageAd image

GKR Mangkubumi Menolak Melepas Sultan Ground Untuk Proyek Tol

Redaksi Indoraya
By Redaksi Indoraya 126 Views
5 Min Read
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meninjau langsung kesiapan jalan tol dan jalan nasional di Pulau Jawa (dok. Kemeterian PUPR)

INDORAYA – GKR Mangkubumi menegaskan Keraton Yogyakarta menolak melepaskan hak kepemilikan tanah atas area Sultan Ground (SG) di proyek tol. Penolakan itu mulanya disampaikan Penghageng Tepas Panitikismo atau Kepala Pertanahan Keraton GKR Mangkubumi, Kamis (14/4/2022).

Mangkubumi menyebut Kementerian PUPR diperbolehkan memakai lahan SG tanpa sewa.

“Ya pakai saja, yang penting tanah kami tidak hilang. Ya monggo saja kalau mau sistem itu monggo. Kalau nggak kita nggak perlu jalan tol,” ujar Mangkubumi, Kamis (14/4/2022).

Pakar Komunikasi UGM dan pimpinan DPRD DI Yogyakarta angkat bicara soal ini. Dosen Fisipol UGM Bayu Dardias mengutip UU No 2 Tahun 2012, pemerintah memiliki hak untuk menguasai tanah guna kepentingan umum. Tanah di sini termasuk, Sultan Ground.

“Itu adalah UU No 2 Tahun 2012 digunakan untuk membebaskan tanah untuk kepentingan umum. Intinya negara itu punya hak kalau sesuai undang-undang pokok agraria itu disebut sebagai hak menguasai negara. Intinya semua tanah walaupun punya sertifikat itu bisa diambil oleh negara ketika dipakai untuk kepentingan umum,” kata Bayu, Jumat (15/4/2022).

“Apalagi cuma Sultan Ground. Itu kan baru saja diberikan to kepada sultan, hak milik kesultanan baru diberikan saat undang-undang keistimewaan sejak 2012. Jangankan Sultan Ground, bahkan tanah yang dimiliki pribadi sejak tahun ’60 pun itu bisa diambil alih negara. Apalagi ini yang baru diberikan haknya oleh negara,” sambung dia.

BACA JUGA:   Ini Alasan Pembunuh Wanita Didorong Dalam Lift Tersenyum

Dia pun menyesalkan pernyataan putri sulung Sultan itu. Dia mengatakan kesempatan ini seharusnya bisa digunakan untuk mengembalikan marwah kasultanan.

“Jadi saya agak menyesal ya. Seharusnya kesultanan itu bisa mengambil momentum jadi ketika ada ini harusnya responnya bukan saya menolak, saya tidak butuh tol. Itukan sesuatu yang untuk kepentingan masyarakat umum ya, untuk masyarakat Jogja. Harusnya yang beliau sampaikan itu ‘saya mendukung program pemerintah dan saya akan serahkan tanah kesultanan tanpa ganti rugi’ nah itu kan pamornya (naik). Harusnya begitu, ini kok responnya malah sebaliknya, jadi saya agak menyesal dan menyayangkan, kasihan nanti marwah kesultanan akan turun,” ungkapnya.

Padahal menurut penelitiannya tanah yang berstatus SG itu banyak, tercatat ada 250 juta meter persegi atau 25.000 hektare Sultan Ground. Dia menyebut sikap Mangkubumi melanggar konstitusi terhadap UU no 2 tahun 2012.

BACA JUGA:   Era Banjir Informasi, Heri Pudyatmoko: Penting untuk Tingkatkan Literasi Informasi

“Ini kan dulu diserahkan kakeknya kok sekarang mau diambil alih negara nggak boleh sama cucunya. Itu kan ironi menurut saya,” sambungnya.

Menurut Bayu, satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah melalui pengadilan seperti kasus pembebasan tanah Bandara YIA di Temon. dalam pengadilan, Bayu memastikan pihak keraton akan kalah dan harus melepas hak terhadap tanah itu.

“Artinya ke depan jadi ujung-ujungnya tetap bakal kalah, tidak akan ada yang menang lawan undang-undang kecuali ada lobi-lobi khusus yang bisa saja itu terjadi. Tapi kalau kita melihat dari undang-undang, dari politik agraria, tol itu tidak akan terbangun sebelum statusnya clean and clear,” tegasnya.

Di sisi lain, sikap Mangkubumi mendapatkan dukungan dari pimpinan DPRD Provinsi DIY. Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menilai sikap tersebut sebagai upaya keraton untuk melindungi SG agar tidak hilang.

“Saya bisa memahami yang menjadi keputusan Keraton Jogja kemarin melalui GKR Mangkubumi kalau tidak salah yang menyampaikan statement itu, untuk tidak melepaskan tanah keraton dijadikan proyek tol ya,” kata Huda, Jumat (15/4/2022).

Huda menyebut sebelum ada Perdais DIY No 1 Tahun 2017, banyak tanah keraton yang hilang dan tiba-tiba sudah menjadi sertifikat pribadi. Huda menyebut penolakan keraton untuk melepas SG meski itu proyek pemerintah adalah sah-sah saja.

BACA JUGA:   414 Mahasiswa di Bandung Positif HIV, Ketahui Gejalanya

“Jadi peristiwa ini kerap dihadapi pihak keraton karena itu keraton ingin supaya tanahnya tidak hilang lagi, nah salah satunya dengan sikap tegas ini,” ujarnya.

Dia menyebut meski tidak melepas, bukan berarti tanah SG tidak dapat digunakan. Huda lalu merujuk Perdais No 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, bisa digunakan untuk tiga hal, yakni kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat, dan kebudayaan.

“Namun di sini tidak dilepaskan hak milik bukan berati tidak bisa digunakan. Sebab mekanisme penggunaan tanah keraton maupun Pakualaman sesuai dengan Perdais No 1 Tahun 2017 bisa digunakan untuk tiga hal, yaitu untuk kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan kebudayaan,” jelasnya.

Huda lalu mencontohkan beberapa peminjaman tanah keraton, di antaranya kompleks DPRD IY dan kompleks Kampus UGM. Dua instansi itu menggunakan tanah milik keraton dengan status pinjam.

“Mereka tidak beli tapi pinjam. Jadi ini hanya masalah metode penggunaan saja,” pungkasnya.(FZ)

Share this Article