Ad imageAd image

Enam Warga Jadi Korban Oknum Pengembang di Semarang, Sertifikat Tanah Digadaikan Diam-diam

Dickri Tifani
By Dickri Tifani 928 Views
6 Min Read
Para korban menunjukan bukti pembelian perumahan di Griya Nanas Asri, Kelurahan Lamper Tengah, Semarang Tengah, sudah dibayar lunas, Minggu (19/3/2023) (Foto: Dickri Tifani Badi/Indoraya)

INDORAYA – Kasus yang melibatkan developer atau pengembang perumahan, belakangan ini kerap terjadi di Kota Semarang. Seperti halnya beberapa warga di perumahan Griya Nanas Asri, Jalan Nanas Raya Kelurahan Lamper Tengah, Semarang Selatan, Kota Semarang menjadi korban dari oknum pengembang.

Sedikitnya ada enam orang yang menjadi korban atas ulah oknum pengembang di perumahan tersebut. Pasalnya, warga merasa kesulitan mendapatkan haknya berupa sertifikat yang ternyata digadaikan secara diam-diam oleh oknum pengembang atau pengembang nakal ke salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Ibu Kota Jawa Tengah.

Salah satu warga, Dwi Setyo Susanto menceritakan awal mulanya dirinya membeli rumah di perumahan ini senilai Rp 409 juta dan dibayar lunas.

Saat itu, oknum pengembang berjanji dalam kurun waktu satu bulan akan memberikan sertifikat tanah berupa akta jual beli (AJB) sekaligus dibalik nama.

Setelah ditunggu ternyata oknum pengembang yang berinisial MAK tak kunjung memberikan kabar hingga tiga bulan. Lantas, Dwi menagih janji kepada yang bersangkutan.

Namun, kata dia, oknum pengembang tersebut melalui manajernya yang berinisial LGG, ternyata kembali berjanji lagi kepada Dwi.

Alasan waktu itu, MAK mengatakan AJB belum bisa keluar lantaran kondisi masih pandemi Covid-19. Oknum pengembang tersebut kemudian menyuruh Dwi untuk sabar menunggu.

Bahkan MAK saat dihubungi tidak merespon terkait pertanggungjawaban atas janji yang sudah disampaikan sebelumnya.

Merasa dibohongi, akhirnya warga ini pun menghubungi LGG kembali untuk menanyakan tindak lanjut dari permasalahan yang ditimpanya.

Bukannya mendapatkan jawaban yang menyenangkan, tetapi pihak manajer yang dihubungi oleh Dwi hanya menjawab bahwa manajer tersebut telah keluar dari pekerjaan. Lalu, ia mendapatkan kontak pengganti manajer yang bernama inisial AY.

“Kami pun akhirnya bertemu dan katanya sertifikat itu mau dipecah dan disampaikan ke pihak manajemen,” kata Dwi saat ditemui wartawan, Minggu (19/3/2023).

Hasil dari pertemuan pada tahun 2022 itu, pihak pengembang kemudian membuatkan surat kesepakatan bersama, yakni menyebut pada bulan Mei akan dilakukan AJB. Namun kesepakatan itu diingkari pihak pihak pengembang hingga saat ini.

Belum selesai persoalan, sertifikat tanah ini ada di BPR yang diduga diagunkan oleh MAK. Dwi mengetahui hal itu setelah pihak dari BPR mendatangi rumahnya untuk mengantar surat pra lelang, pada tanggal 3 Maret 2023.

“Sertifikat kami ternyata telah jadi dari bulan Agustus 2019 dan dijaminkan ke BPR. Nilai pinjaman tidak disebutkan,” ujarnya

Setelah mendapatkan surat pra lelang itu, Dwi kemudian langsung mendatangi BPR dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk klarifikasi permasalahan yang ditimpa oleh dia.

“Saya bersama istri langsung ke BPR pada tanggal 3, hari Jumat sore dan ditemui bagian legalnya. Hari senin, saya bersama korban lainnya yang didampingi pengacara, tetapi pihak BPR tidak bisa memberitahu nilai gunanya dan tidak memberikan solusi, karena debitur tidak datang,” terang dia.

“Setelah dari BPR, saya juga ke KPKNL untuk meminta permohonan pembatalan lelang. Tetapi, memang SHM rumah saya belum didaftarkan di KPKNL,” imbuhnya.

Menurut Dwi, ulah oknum pengembang itu tercatat ada 6 orang yang mengalami hal serupa yaitu sertifikat digadaikan secara diam-diam oleh oknum pengembang tersebut.

“Kami sudah melaporkan kejadian itu ke kepolisian. Surat laporan itu sudah kami tembuskan ke Irwasda dan bersurat ke Ombudsman. Kami juga sudah bersurat tertulis ke Kapolda Jateng agar menjadi perhatian,” beber Dwi.

Padahal, imbuhnya, enam warga tersebut yang tinggal di lokasi ini sudah melunasi biaya pembelian perumahan tersebut

Sementara korban lainnya, Silvi mengaku mengalami hal yang sama. Rumahnya akan dilelang oleh pihak BPR.

“Saya dapat surat lelang pada 3 Maret 2023 kemarin. Perkara itu telah dilaporkan ke kepolisian,” tutur dia.

Nasib serupa juga dialami oleh Budi Astuti mengaku telah mendatangi BPR tersebut dan pihak pengembang. Namun dalam pertemuan itu diminta untuk membatalkan penjualan.

“Setelah membatalkan penjualan itu akan diberi uang tunai sejumlah yang saya bayarkan Rp 370 juta. Tapi uang itu diberikan 4 bulan yang akan datang,” jelasnya.

Wanita yang merupakan pensiunan PNS itu tidak langsung menyetujui tawaran itu karena akan dipelajari terlebih dahulu draft perjanjian tersebut. Namun pihak pengembang tetap ngotot pada saat itu juga perjanjian ditanda tangani.

“Ya kalau cair. Setelah ditandtangani pembatalan penjualan empat bulan tidak cair terus bagaimana,” tanyanya.

Tidak hanya itu, pengembang memberikan pilihan lainnya akan mengganti dengan bidang tanah di daerah Pudak Payung Banyumanik. Namun tawaran itu tidak langsung disetujuinya.

“Saya butuh tahu tanah itu jelas atau tidak. Sertifikatnya turun satu bulan mendatang. Saya dipaksa untuk membatalkan penjualan hari itu juga,” terangnya.

Ia menuturkan rencana besok akan melaporkan pengembang itu ke polisi. Pihaknya mendapatkan informasi bahwa pengembang akan ditahan setelah melayangkan laporan polisi.

“Kata polisi setelah dipenjara tidak akan dapat ganti rugi,” paparnya.

Awak media telah berusaha menghubungi melalui pesan dan telepon Whatsapp pemilik perumahan dan manajemen pengembang. Namun tidak ada respon.

Bahkan kini developernya pun kabur dan tidak bisa memberikan pertanggungan jawab kepada enam warga perumahan Griya Nanas Asri.

Share this Article
Leave a comment