INDORAYA – Meskipun tengah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, Pemerintah Kota Semarang tetap memprioritaskan pemenuhan layanan kesehatan masyarakat. Di tengah pengetatan anggaran, komitmen terhadap Universal Health Coverage (UHC) justru diperkuat dengan alokasi tambahan dana sebesar Rp15 miliar dalam APBD Perubahan 2025.
Kebijakan ini selaras dengan visi kepemimpinan Agustina-Iswar yang menjadikan sektor kesehatan sebagai salah satu fondasi pembangunan kota.
Kepala Dinas Kesehatan (DKK) Kota Semarang, M. Abdul Hakam, menegaskan bahwa UHC merupakan program utama yang menyentuh langsung hak dasar warga.
“UHC ini menjadi program prioritas, jadi meskipun ada efisiensi, UHC tetap dipertahankan. Karena ini menyangkut hak dasar warga,” tegas Hakam.
Ia menjelaskan bahwa dana tambahan tersebut difokuskan untuk memperluas cakupan layanan kesehatan, khususnya kepada warga kurang mampu yang belum tercakup dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Dengan penambahan ini, total anggaran UHC tahun 2025 meningkat menjadi Rp91 miliar.
“Alhamdulillah, dalam APBD Perubahan kita mendapat tambahan 15 miliar rupiah. Tambahan ini akan sangat membantu, karena kita bisa mengcover sekitar 10 ribu warga kurang mampu, khususnya untuk periode Maret hingga akhir tahun ini,” ujar Hakam pada Selasa (20/5).
Selama ini, peningkatan jumlah peserta UHC per bulan hanya berkisar antara 3.000 hingga 4.000 orang. Namun dengan suntikan dana baru, Dinas Kesehatan kini menargetkan menjangkau hingga 10 ribu peserta baru, termasuk mereka yang terdampak PHK atau masuk dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
DTSEN adalah basis data terbaru yang dikembangkan sebagai pengganti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data ini menjadi rujukan utama untuk menentukan warga penerima manfaat pembiayaan kesehatan dalam program UHC.
“Data dari DTSEN menjadi panduan utama kami dalam menetapkan kuota tambahan. Misalnya, ada warga yang tiba-tiba masuk rumah sakit, tidak mampu membayar, dan belum terdaftar di BPJS, maka akan kami cover melalui UHC,” terangnya.
Hakam juga menambahkan bahwa data penerima manfaat UHC bersifat dinamis, mengingat perubahan status pekerjaan atau kondisi ekonomi warga.
“Pemerintah tetap menjamin pembiayaan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun jika sudah ditanggung perusahaan, tidak lagi kami cover karena bisa jadi temuan BPK. Maka kami rutin sinkronisasi data setiap bulan dengan Dukcapil. Misalnya ada yang sudah meninggal dunia, atau status pekerjaan berubah, langsung kami sesuaikan,” tandas Hakam.
Melalui tambahan anggaran dan pembaruan data yang berkelanjutan, Pemkot Semarang berharap program UHC bisa dijalankan dengan lebih efektif, akurat, dan benar-benar menyasar warga yang membutuhkan perlindungan kesehatan secara maksimal.


