INDORAYA – Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Mohamad Saleh mengungkap alasan jajaran anggota komisinya mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Penanganan Konflik Sosial.
Diketahui Raperda Tentang Penanganan Konflik Sosial baru saja disetujui melalui Rapat Paripurna di Gedung Berlian DPRD Jateng, Kamis (31/8/2023). Usai disetujui, Komisi A akan melakukan pembahasan lebih lanjut.
Mohamad Saleh mengungkapkan, Raperda itu merupakan turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial. Di mana pemerintah daerah memiliki kewenangan tersendiri dalam menangani persoalan konflik sosial
Menurutnya, Raperda Penanganan Konflik Sosial telah melalui proses panjang sebelum diusulkan dan disetujui dalam Paripurna. Sebelumnya Raperda ini sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) DPRD Jateng tahun 2023.
“Tentu proses ini tidak ujug-ujug (tiba-tiba) terus kita mengajukan itu. Tahapan itu sudah jauh-jauh hari. Dan Raperda itu sudah ada pada Prolegda tahun 2023, itu disusun oleh DPRD,” ujarnya saat ditemui usai Rapat Paripurna di Sekretariat Komisi A DPRD Jateng, Kamis (31/8/2023).
Menurut Saleh, situasi dan kondisi di Jateng yang selama ini dianggap sudah aman dan kondusif tidak lantas dapat menghilangkan konflik. Potensi konflik sosial pasti selalu ada dalam kehidupan masyarakat.
Dia lantas menyebutkan pemicu adanya konflik. Salah satunya yaitu pembangunan yang dianggap kurang berpihak kepada rakyat. Seperti yang terjadi dalam kasus Wadas di Kabupaten Purworejo.
“Misalnya kemarin di Purworejo masalah waduk. Artinya proses pembangunan bisa jadi konflik sosial. Atau misalnya Pilkades, dampak Pilkades di mana-mana kan ada konflik pendukung antara yang kalah dan menang,” bebernya.
Selain itu, pertikaian antarsuporter sepak bola juga merupakan konflik sosial yang harus jelas regulasi hukumnya. Perkelahian tidak boleh dibiarkan terus-menerus hingga menimbulkan perpecahan di masyarakat.
“Terus suporter sepak bola, seperti Surabaya dan Semarang. Kalau kita ada Raperda ini, kita bisa mencegah, menangani, dan pasca itu terjadi. Itu urgensinya. Secara yuridis pun sudah jelas,” tegas politikus Partai Golkar tersebut.
Sehingga ketika berkaca dari persoalan itu, kata Saleh, Komisi A memandang bahwa landasan hukum tentang Penanganan Konflik Sosial sangatlah penting. Karena ketika menjadi Perda nanti akan dijadikan pedoman untuk menangani persoalan.
Menurutnya, Raperda tersebut membahas langkah penanganan konflik, mulai dari deteksi dan mitigasi terhadap potensi konflik sosial, lalu penanganan saat konflik telah terjadi, serta terakhir aksi yang dilakukan pasca konflik.
“Kita menganggap penting. Jangan sampai kita itu setelah konflik baru bereaksi. Dalam konteksnya itu pertama pencegahan. Atau pendeteksian dini terhadap kondisi sosial di masyarakat,” ungkapnya.
“Pascakonflik kan juga penting. Kalau misal harus ada pengungsian, trauma, dan sebagainya, kan itu pascakonflik. Tentu Raperda penanganan konflik sosial kita anggap penting, kita tidak bisa mengatakan Jawa Tengah ini adem-adem saja,” imbuh Saleh.