INDORAYA – DPRD Jateng mendorong keterwakilan 30% perempuan dalam parlemen. Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko menuturkan, fenomena politik dan pemerintahan saat ini diakuinya masih bersifat maskulin dan dibangun dari pemikiran yang dipengaruhi oleh budaya patriarki. Akhirnya menyebabkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara laki-laki dan perempuan.
“Selain itu juga perlu membangun budaya politik tanpa diskriminasi. Salah satunya meningkatkan forum-forum pendidikan politik utamanya bagi perempuan untuk memberikan motivasi bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam berpolitik. Perlu ada pemahaman bahwa keterwakilan perempuan sangat berakselerasi dengan pemahaman akan kebutuhan dan kepentingan perempuan. Dan siapa yang dapat menyuarakannya adalah perempuan sendiri,” tegasnya saat menjadi nara sumber dalam acara “Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Proses Pengambilan Keputusan” yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (21/3/2022).
Acara yang dimoderatori oleh anggota Komisi C Padmasari Mestikajati itu juga menghadirkan Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman dan Ferry Wawan Cahyono sebagai nara sumber.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Jateng Ferry Wawan Cahyono.
“Kami sebagai unsur pimpinan di DPRD Jateng berharap keterwakilan perempuan bisa 30%. Periode sekarang ini baru 20%. Jumlah seluruh anggota perempuan di DPRD Jateng Fraksi PDIP sejumlah 11 orang, PKB 5 orang, Gerindra 1 orang, Golkar 2 orang, PKS 1 orang, PPP 3 orang, PAN 1 orang dan Demokrat 1 orang,” jelas Ferry.
Anggota Fraksi Golkar DPRD Jateng itu menambahkan, antara laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam dunia politik. Siapa pun berkesempatan menduduki posisi strategis di negara ini. Baik kepala desa, bupati, gubernur, bahkan Presiden Perempuan pun sudah pernah perempuan.
Sementara Wakil Ketua DPRD Sukirman menyoroti pendidikan politik bagi perempuan. Setidaknya perempuan harus melek politik. Tidak alergi dengan politik dan harus peduli dengan politik. Karena kebijkakan politik juga sering merugikan perempuan.
“Jangan kemudian meninggalkan politik. Nanti tidak punya daya pengaruh untuk mempengaruhi kebijakan politik,” ungkapnya.
Anggota Fraksi PKB DPRD Jateng itu menambahkan, ruangnya sudah terbuka dengan adanya kuota 30% untuk perempuan di parlemen. Bahkan ada sistem penomoran calon anggota legislatif yang mengedepankan perempuan. Namun ketika sistem ini sudah diberlakukan, justru ada ketidaksiapan di kaderisasi perempuan.
“Diperlukan sosialisasi tiada henti untuk keterlibatan politik di dalam legislatif,” sambungnya.(Advetorial-IR)