INDORAYA – Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengklaim bahwa pengurangan dan pembatasan pupuk bersubsidi yang diberlakukan pemerintah sejak Juli lalu tidak berpengaruh pada produksi pangan.
Bahkan Kepala Distanbun Provinsi Jateng Supriyanto menyebut bahwa sampai hari ini ketersediaan pangan di Jateng masih aman.
“Sampai hari ini belum ada informasi signifikan bahwa pengurangan pupuk bersubsidi dengan penurunan produksi pangan. Pangan Jateng masih aman,” katanya saat diwawancarai lewat telepon belum lama ini.
Pemerintah sebelumnya melakukan pengurangan jenis pupuk bersubsidi menjadi hanya dua jenis, yaitu Urea dan NPK. Hal ini termaktub dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Kebijakan tersebut juga membatasi alokasi pupuk bersubsidi yang awalnya 70 jenis menjadi hanya sembilan jenis komoditas utama. Yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao.
Supriyanto mengatakan bahwa pupuk bersubsidi jenis Urea dan NPK masih didistribusikan pihaknya kepada distributor maupun kelompok tani yang sudah memiliki kartu tani.
Menurutnya, pencabutan pupuk bersubsidi jenis ZA, SP-36, dan Organik Granula, memang berpengaruh pada proses produksi pertanian. Namun hal tersebut bisa diantisipasi dengan dua alternatif solusi.
Ia menyarankan agar petani tetap dapat melanjutkan aktivitas pertanian dengan membeli pupuk non subsidi. Meskipun harganya lebih mahal, namun hasil produksinya akan lebih berkualitas.
“Petani kan juga pengen dapat untung walaupun dia tidak dapat pupuk subsidi dan beli harganya yang lebih mahal tapi produknya kalau dijual dengan kualitas bagus ya nutup juga usahanya,” kata Supriyanto.
Adapun saat ini harga pupuk jenis subsidi dengan pupuk non subsidi memang ada perbedaan. Misalnya jenis pupuk Urea bersubsidi harganya 90.000 per 50 kg, sedangkan Urea non subsidi seharga 295.000 per 50 kg.
Sementara jenis pupuk NPK juga terdapat perbedaan cukup jauh. NPK bersubsidi harganya Rp 115.000 per 50 kg, sedangkan pupuk NPK Mutiara non subsidi harganya mencapai Rp 500.000 per 50 kg.
Jika membeli pupuk non subsidi dirasa mahal, Distanbun Jateng mendorong petani beralih menggunakan pupuk organik dalam melakukan produksi tanaman. Hal ini guna membantu menyediakan ketersediaan pangan di tengah pembatasan jenis pupuk bersubsidi.
“Maka bisa kembali ke pupuk organik, jelas itu lebih murah dan bisa buat sendiri. Kami mendorong petani untuk mandiri juga dengan teknologi pupuk organik,” pungkas Supriyanto.