INDORAYA – Eksistensi pasar tradisional mendapatkan tantangan zaman seiring dengan maraknya super market dan toko swalayan. Belum lagi kehadiran toko online di era sekarang mulai menggeser pola konsumsi masyarakat.
Menyikapi hal ini, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mendorong pasar-pasar tradisional untuk memperoleh sertifikat SNI (Standar Nasional Indonesia) demi menjaga eksistensi pasar di zaman modern saat ini.
Kepala Disperindag Jateng Arif Sambodo mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas pasar tradisional, baik dari sisi SDM (Sumber Daya Manusia) maupun fisik pasar.
Secara perlahan-lahan, Disperindag Jateng akan mengupayakan 800 pasar tradisional yang tersebar di kabupaten/kota mengantongi SNI. Melalui peningkatan SDM, relokasi pasar, dan juga digitalitasi.
“Membenahi pasar-pasar tradisional dalam rangka mningkatkan kompetensinya, di sisi lain SDM juga dilakukan pengelolaannya, program pusat relokasi pasar juga masih jalan, digitalisasi itu juga penting,” katanya saat ditemui di kantornya belum lama ini.
Arif mengatakan, saat ini ada sebanyak 10 pasar di Jateng telah memperoleh sertifikat SNI. Pasar-pasar tersebut tersebar di lima daerah. Jumlahnya dinilai lebih banyak dibandingkan provinsi lain dikarenakan total pasar ber-SNI di Indonesia saat ini baru 53 pasar.
“Sepuluh pasar itu ada di Temanggung, ada di Surakarta, ada di Kabupaten Banyumas, kemudian juga ada di Pati, ada di Kota Semarang, Johar itu,” lanjut Arif.
Berkaitan dengan kriteria pasar SNI, Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan sejumlah kriteria. Tentunya, bangunan fisik pasar yang bersih, terstruktur, dan inklusif menjadi poin pertimbangan.
Selain itu, digitalisasi menjadi hal penting mengingat saat ini pemerintah pusat juga mendorong transaksi cashless. Salah satu pasar yang sudah terdigitalisasi yakni Pasar Legi Solo, dimana setiap penjual telah menyediakan QRIS untuk transaksi non tunai.
“Termasuk apakah ada ruang untuk pertemuan, ada ruang zonasinya yang daging-daging, kemudian sarana sanitasinya, seperti itulah yang dinilai,” pungkas Arif.
(Athok Mahfud)


