INDORAYA – Tindakan cuci darah pada anak-anak menjadi perhatian fenomena kesehatan yang marak terjadi, tidak terkecuali di Jawa Tengah (Jateng). Bahkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng mengungkapkan ada puluhan anak-anak melakukan cuci darah gegara mengalami masalah kesehatan pada ginjal.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Jateng, Elhamangto Zuhdan mengatakan, fenomena cuci darah di Jateng sama seperti yang terjadi di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Dia bilang, dari laporan empat rumah sakit Tipe A di Jateng, ada puluhan anak yang melakukan cuci darah. Meski tidak ada kenaikan kasus curi darah, tapi pelayanan meningkat karena adanya rujukan pasien dari laur daerah.
“Sebetulnya bukan marak, tapi ada peningkatan pelayanan karena sarananya terbatas di RS yang dilengkapi dengan bagian (penangan) ginjal, maka beberapa daerah memang belum ada layanan cuci darah anak sehingga tidak bisa akses ke sana, maka dirujuk (ke Jateng). Jadi tidak ada peningkatan ya, hanya peningkatan kunjungan pelayanan,” katanya saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (31/7/2024).
Saat disinggung soal angka riil anak yang melakukan cuci darah di RS Jateng, dia menyebut fluktuatif atau naik turun dalam satu bulannya. Namun, per rumah sakit setidaknya bisa 10 sampai 14 anak melakukan cuci darah di RS Tipe A.
“Angka kumulatifnya terus terang belum dapat ya, tapi sekitar 11-14 anak cuci darah. Dan hanya terjadi di RS-RS besar atau kelas Tipe A, kemudian itu indikasi medis ya, bukan kenaikan kasus,” ungkap Elhamangto.
Lebih jelas, dia menyebut ada empat RS di Jateng yang memiliki Tipe A. Yakni RSUD Margono di Banyumas Purwokerto, RSUP Dr Kariadi Semarang, RSUD Moewardi Surakarta, dan RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Bila diambil angka paling rendah, yakni 10 anak di tiap RS, setidaknya ada sekitar 40 anak yang melakukan cuci darah di Jateng.
Elhamangto menjelaskan, perlu kajian lebih mendalam untuk mengetahui penyebab puluhan anak itu melakukan cuci darah. Pasalnya anak-anak yang cuci darah itu mayoritas merupakan pasien rujukan.
“Penyebabnya bisa beragam, ada karena kelaianan bawaan, ada penyakit akibat pengobatan yang membuat penurunan fungsi ginjal, ada yang karena minuman manis, tapi minuman manis ini perlu waktu cukup lama untuk bisa sampai komplikasi gagal ginjal, makanya tetap perlu dikaji ulang,” ucapnya.
Meski begitu, dia tetap meminta para orang tua untuk bisa menjaga pola hidup sehat anak-anaknya. Di antaranya dengan memperbanyak minum air putih dan mengurangi minum-minuman manis.
“Gaya hidup minuman kemasan manis, konsumsi makanan tingi garam memang bisa picu fungsi ginjal, tapi perlu waktu lama, tetapi tetap saja menjaga pola hidup sehat itu perlu,” pungkas Elhamangto.