INDORAYA – Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang merespon terkait buruknya kualitas udara di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Buruknya kualitas udara ini pun dikhawatirkan bagi kelompok rentan seperti anak kecil, orang tua, serta warga yang mempunyai asma dan paru.
Kendati demikian, kualitas udara tidak mengepung di semua wilayah Kota Semarang, salah satu contohnya yakni dua daerah yang memiliki kualitas udaranya yang tergolong baik. Misalnya, Kecamatan Gunungpati dan Mijen.
“Daerah-daerah seperti Mijen, Gunungpati memang tanamannya itu cukup banyak sehingga oksigen yang dihasilkan baik,” terang Kepala DKK Semarang, Abdul Hakam saat ditemui di kantornya, Selasa (29/8/2023).
Abdul Hakam juga memaparkan data dari iqair.com, kualitas udara di Kota Semarang pada Jumat (25/8/2023) rata-rata dalam kategori berwarna oranye yang berada pada angka 142 AQI atau indeks kualitas udara.
Pada Sabtu (26/8/2023) pun sama seperti pada hari Jumat yakni kualitas udara kategori oranye dengan nilai 120 AQI.
Namun berdasarkanperhitungan yang terdapat dalam laporan iqair.com, pada Minggu (27/08/2023) mengalami penurunan tingkat polusi di Kota Semarang. Yaitu indeks polusi berwarna kuning dengan nilai 100 AQI.
Sedangkan pada Senin (28/08/2023) dengan tingkat polusi 80 AQI dan Selasa (29/08/2023) dengan tingkat polusi 65 AQI.
Dengan adanya kualitas udara yang buruk di Kota Semarang, Abdul Hakam mengimbau kepada kelompok sensitif seperti anak kecil, orang tua, orang yang punya riwayat penyakit asma, serta sakit paru agar memakai masker saat berpergian.
“Mereka disarankan kalau bepergian di luar pakai masker,” ujar dia.
Terkait kualitas udara yang buruk, menurut Hakam masih ada berkaitan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Pihaknya juga melaporkan 20.987 warga Kota Semarang yang mengindap penyakit ISPA. Hal tersebut tercatat sejak Juli 2023.
“Terdiri dari 9.197 laki-laki dan 11.790 perempuan,” paparnya.
Selain itu data jumlah pasien yang mengalami bronkopneumonia (BRPN) juga cukup banyak. Pada Juli 2023 terdapat 259 warga Kota Semarang yang terdiagnosa mengalami BRPN.
“Sampai Juli itu tertinggi rawat inap BRPN. Sedangkan di klinik dan puskesmas itu ISPA,” ujarnya.