“Tapi ada beberapa wilayah yang sampai 10 sentimeter, ada yang 8,4 sentimeter, tapi rata-ratanya 5,6 sentimeter,” kata Kepala Pusat Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Rita Susilawati, Selasa (31/5/2022).
Hal itu karena area tersebut merupakan tanah area tanah lunak yang lebih rentan terhadap penurunan muka tanah. Sebaliknya, di pesisir selatan Jawa Tengah laju penurunan muka tanahnya lebih rendah.
“Di wilayah selatan itu penurunan muka tanahnya rendah tetapi perubahan muka air tanahnya lebih besar,” ungkapnya.
Rita menyebut penurunan muka tanah di Jateng memperparah banjir yang terjadi karena faktor iklim. Di sejumlah wilayah yang memiliki karakter tanah yang serupa seperti di Pantura Jawa Barat dan Pantura Jawa Timur tak mengalami hal serupa karena arus lebih tinggi berada di Jateng.
“Banjir rob di kawasan Pantura merupakan kombinasi antara penurunan muka tanah dan perubahan iklim,” ungkapnya.
Adapun terkait penyebab tingginya laju penurunan tanah di Jateng disebut karena lebih kepada sifat geologi di daerah itu. Tanah di sana merupakan tanah lunak.
“Menurut hasil penyelidikan kami saat ini itu lebih kepada karakteristik tanah dan batuannya, karena memang terjadi konsolidasi alamiah,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya merekomendasikan untuk memetakan sebaran tanah lunak di Pantura Jawa Tengah. Hal itu juga berkaitan dengan perencanaan pembangunan di sana termasuk dalam pembuatan tanggul.
“Kalau kita sudah mengetahui sebaran laju penurunan muka tanah ini nanti bisa kita sinergikan dengan tata ruang, berhubungan juga dengan pembangunan tanggul,” kata Rita.