INDORAYA – Komunitas Pengrajin Batik Mangrove Srikandi Pantura yang berlokasi di Kelurahan Mangunharjo, Tugu, Semarang, mencurahkan isi hatinya mengadukan daya beli batik mangrove yang menurun. Hal itu membuat stok produknya menumpuk di lemari penyimpanan.
Keluhannya itu disampaikan kepada sekelompok mahasiswa Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Program Studi (Prodi) Biologi Universitas PGRI Semarang (UPGRIS)
Melihat kondisi ini, para mahasiswa PPG Prodi Biologi UPGRIS membuat pelatihan Diversifikasi Batik Reject.
Mahasiswa UPGRIS yang tergabung dalam tim output dari mata kuliah Proyek Kepemimpinan II ini berhasil memberikan solusi agar kain batik tersebut dapat dimanfaatkan kembali dan mempunyai nilai jual tinggi.
Kelima mahasiswa yang tergabung dalam tim Proyek Kepemimpinan II ini yakni Agustina, Alief, Fuji, Grecia, dan Riyadhotus Sholihah.
Perwakilan tim mahasiswa itu, Riyadhotus Sholihah menjelaskan bahwa mata kuliah Proyek Kepemimpinan II ini sebagai kegiatan service learning atau pembelajaran berbasis pelayanan komunitas atau masyarakat sasaran
Dari situ, timnya melakukan observasi di Komunitas Pengrajin Batik Mangrove Srikandi Pantura. Hasilnya, menurut Riya, para perajin mengeluh penjualan batik mangrove terus menurun.
Sehingga, pihaknya mencarikan solusi agar bisa meningkatkan daya beli batik mangrove naik.
“Hasil observasi, kami mendapatkan permasalahan yaitu para perajin menceritakan bahwa batiknya banyak yang tidak laku. Dan kami kemudian menggelar kegiatan pelatihan Diversifikasi Batik Reject,” jelas Riya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (6/6/2023).
Dijelaskannya, diversifikasi batik adalah proses pengembangan produk batik dengan menyesuaikan selera dan kebutuhan konsumen.
Adapun pelatihan ini dilakukan 7 tahap yang dilakukan para mahasiswa tersebut. Salah satunya adalah observasi dan perizinan wilayah setempat yang dijadikan pelatihan.
“Setelah itu, kami melakukan sosialisasi prakarsa dan FGD kepada anggota Srikandi Pantura dan ibu-ibu kader, pelatihan pembuatan desain mulai dari pola, pengguntingan, dan menjahit. Dilanjutkan praktik pembuatan produk berupa totebag, pouch, dan taplak meja kecil, pelatihan pengemasan produk serta monitoring evaluasi kegiatan,” rinci dia.
Menurut Riya, rangkaian kegiatan pelatihan ini dilakukan sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2023 yang melibatkan berbagai pihak terkait.
Hal itu bertujuan untuk meningkatkan keterampilan anggota Srikandi Pantura dalam mengolah batik reject yang tidak terjual.
Setelah pelatihan tersebut, pihaknya berharap komunitas Srikandi Pantura memiliki divisi yang memiliki peran dalam mengolah batik reject maupun batik yang tidak terjual.
“Semoga bisa mampu meningkatkan pendapatan perekonomian pengrajin batik Srikandi Pantura setelah mengikuti pelatihan dari kami,” ucap dia.
Riya menambahkan, kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan salah satu bentuk implementasi dari visi UPGRIS sebagai universitas yang unggul dalam bidang pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.
“UPGRIS berkomitmen untuk terus memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa melalui tridharma perguruan tinggi,” imbuhnya.
Salah satu peserta pelatihan sekaligus Ketua Komunitas Pengrajin Batik Mangrove Srikandi Pantura, Mufida merasa senang mendapatkan pelatihan yang digelar oleh mahasiswa UPGRIS.
Ia mengaku selama ini penjualan batik hasil buatannya sangat sepi. Sehingga adanya pelatihan tersebut, Mufida berharap komunitasnya bisa meningkatkan perekonomian.
“Setelah mendapatkan pelatihan ini saya merasa senang karena mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk meningkatkan skill dalam hal membuat pola dan menjahit, sehingga saya merasa terbantu untuk mengembangkan komunitas ini dan meningkatkan perekonomian kami,” papar dia.