INDORAYA – Calon gubernur Jawa Tengah (Jateng) dari Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM), Ahmad Luthfi menggagas desa wisata modern sebagai bentuk adaptasi di tengah kemajuan teknologi. Selain itu, dia juga ingin mengembangkan sektor perikanan yang memiliki potensi besar.
Kedua hal tersebut, yakni desa wisata dan perikanan tangkap menjadi kekuatan ekonomi di tingkat desa di Jateng. Namun sejauh ini belum dapat dimaksimalkan, sehingga kurang menjadi daya ungkit kesejahteraan masyarakat.
Dia menyebut wisata menjadi sumber devisa negara yang tidak kenal musim. Artinya, setiap tahun objek wisata menjadi sumber pendapatan daerah dan negara. Maka jika digarap dengan maksimal akan memberikan dampak positif luar biasa bagi pelakunya dan desa.
“Wisata itu menaikkan devisa dan tak kenal musim. Untuk itu harus digarap dengan melibatkan padat karya,” kata Ahmad Luthfi pada acara Sarasehan Nelayan Lembaga Masyarakat Desa Hutan dan Pelalu Wisata di Pantai Sagara Kebumen, Minggu (22/9/2024).
Dia berkata, langkah pertama yang ia tekankan ialah memetakan potensi wisata yang dimiliki masing-masing desa, baik itu wisata alam maupun wisata buatan. Setelah itu dilakukan penguatan kualitas hingga infrastukturnya.
“Kalau wisatanya bagus tapi aksesnya tidak bagus, ya sama saja. Wisatawan akan susah dan bahkan enggan ke lokasi,” imbuh mantan Kapolda Jateng tersebut.
Dalam pengelolaan, ia menekankan sistem padat karya dengan melibatkan pelaku wisata sebanyak-banyaknya. Perlu dicatat bahwa antara satu tempat wisata ke wisata lain harus terkoneksi, demikian juga dengan konektivitas dengan pusat oleh-oleh termasuk kuliner khasnya.
Dengan demikian, lanjut Ahmad Luthfi, maka desa wisata akan laku, termasuk pelaku UMKM juga dapat untung. Dalam promosi juga harus sudah menggunakan media sosial maupun media mainstream.
Perihal nasib nelayan, ia mendapatkan keluhan bahwa ikan melimpah namun susah menjualnya. Menurut dia, salah satu faktornya adalah gaya hidup masyarakat yang belum gemar makan ikan. Padahal ikan menjadi sumber pangan yang berprotein tinggi dan dapat menekan angka stunting.
“Dulu di zaman penjajahan, masyarakat malah diminta tak banyak makan ikan. Le, kamu jangan makan banyak ikan nanti kreminen (cacingan). Penjajah mendidik kita supaya bodoh. Maka sekarang, makan ikan harus jadi budaya,” katanya kepada nelayan yang hadir.
Ia juga menyinggung soal pendangkalan sungai hingga zonasi tangkap ikan. Namun persoalan ini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Meski begitu dia akan mencoba berkomunikasi dengan presiden jika dirinya mendapatkan amanah menjadi gubernur Jateng.
“Prinsip, nelayan harus jadi tuan rumah di provinsi sendiri. Harus sejahtera,” tegas Ahmad Luthfi.
Ketua Kelompok Nelayan Karangbolong Kebumen, Poniman mengatakan, ada dua hal yang ingin disampaikan pada Ahmad Luthfi. Pertama, nelayan meminta adanya pemecah gelombang di pelabuhan untuk memudahkan nelayan saat pasang surut. Kedua, perbaruan atau penambahan alat tangkap ikan berupa jaring