Ad imageAd image

Berawal dari Hobi Kini Merari Serius Meniti Karier Dancer

Dickri Tifani
By Dickri Tifani 785 Views
4 Min Read
Perempuan asal Kota Semarang, Merari Belisa Buita Dua tertarik di dunia dancer berkat arahan dari orang tuanya terkait pengembangan potensi bakat yang dimilikinya. (Foto: Dokumen Pribadi)

INDORAYA – Perempuan asal Kota Semarang, Merari Belisa Buita Dua menekuni dunia dancer, bermula darinya yang kemudian mendapat dukungan dari orang tuanya.

Merari, sapaan akrabnya bercerita kalau dirinya suka menari sejak masih kecil.

Kemudian orang tua Merari mengarahkannya dengan bergabung sanggar dancer di Kota Semarang.

“Awalnya dari kecil memang diarahkan mamah ke dunia dancer, gitu. Dan perform waktu itu sejak sekolah, kayaknya sih mulai TK. SMA, mulai serius dan masuk manajemen, kayak semacam sanggar namanya Dance By Freedom Works (DBFW),” kata Merari kepada Indoraya, Senin (20/03/2023) malam.

Gadis yang masih mengenyam pendidikan di Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Kota Semarang ini menjelaskan seiring berjalannya waktu ia mulai mendapatkan job dari sanggarnya yang bernama DBFW.

“Di situ, aku mulai meniti karier dan dapat job dari DBFW itu. Pendalaman sudah dari SMA, mulai dari ikut lomba dan ekstrakurikuler,” ungkap dia.

Katanya, sebelum ada pandemi Covid-19 ia kerap sekali mendapatkan job dance untuk mengisi event secara offline. Namun setelah ada pandemi event dialihkan ke daring.

“Pandemi Covid-19, event beralih ke event online. Contoh event pemerintah, anniversary perusahaan apa atau bikin video klip,” ucap gadis kelahiran 28 Juli 1999 itu.

Di samping itu, sepanjang berkarier di dunia dancer dengan Sanggar DBWF, ia pernah mendapatkan pengalaman pertama untuk tampil dance dengan model siluet atau kontemporer.

“Pengalaman menarik pertama kali, waktu itu ada job ulang tahun di PT Erela sebuah perusahaan obat-obatan gitu. Mereka meminta, kita buat performance dance yang menceritakan sejarah berdiri hingga sekarang perusahaan itu. Kemudian, kita diskusi dan di ACC akhirnya dancenya model siluet. Latihan cuma satu sampai dua minggu, jadi enggak kelihatan bentuknya atau kontemporer,” lanjutnya.

Merari menilai, penggarapan dancer dengan konsep yang belum dilakoni sebelumnya tidak mudah. Tentunya hal ini membutuhkan kinerja tim untuk hasil yang memuaskan bagi penonton dan klien.

“Karena harus pakai konseptor dan benar-benar kerja sama tim. Semisal bagaimana bayangan pohon, rumah, dan lain-lain,” ungkap dia.

Dalam kesempatan ini, gadis yang berkuliah di jurusan komunikasi Unika Soegijapranata Semarang menuturkan, selama melakoni dunia dancer kerap mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan.

Namun merari tetap tekun melakoni hobinya tersebut. Bahkan setiap tampi di satu event mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp 300-700 ribu.

“Dance hanya selingan saja. Setiap event Rp 300-750 ribu. Dari basik, keseleo harus pakai hills, bukan sepatu biasa dipakai dance. Pernah kostum kurang nyaman dipakai, gerakan yang susah. Pengalaman lagi, waktu nge-job di layang-layang harus tampil di rooftop, apalagi waktu itu langit terlihat mendung,” katanya.

Merari berpesan kepada rekan-rekan yang ingin terjun dunia dancer jangan takut dan percaya diri. Pasalnya, semua terlihat sempurna jika melalui proses belajar.

“Kita belajar rutin akan dibentuk lebih baik, jangan malu saat dinilai jelek dan diomongin orang. Satu lagi, jika di Kota Semarang aku melihat ada yang punya studio dan tidak. Bahkan, kalau di Tri Lomba Juang itu banyak orang di pinggir jalan sama di atas, mereka kayak kekurangan lahan gitu. Harapannya, ada yang peduli lagi untuk menyediakan atau peminjaman bagi dancer yang enggak punya studio,” tuntasnya.

Share this Article
Leave a comment