INDORAYA – Suara tangis anak-anak terdengar keras dari sebuah kamar di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Dengan tubuh terlentang, mereka menjerit kesakitan saat menjalani khitan massal di Puskesmas tersebut.
Khitan massal ialah program bakti sosial yang digelar oleh Forum Komunikasi Masyarakat (Forkommas) Jawa Tengah (Jateng) bersama Badan Kerjasama Gereja Lembaga Kristen Indonesia (BKSG-LKI) Jateng untuk masyarakat kurang mampu.
Program ini diselenggarakan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang, Rabu (27/12/2023) pagi. Ada 10 anak-anak dari berbagai daerah di Kota Lunpia dengan usia 11 hingga 15 tahun yang mengikuti khitan massal gratis ini.
Kegiatan ini dimulai sekira pukul 10.25 WIB. Tiga anak masuk ke ruangan khitan ditemani oleh orang tuanya. Mereka tidur telentang dan petugas melangsungkan prosesi khitan dengan peralatan manual.
Meskipun anak-anak sudah mendapatkan obat bius atau anestesi, wajah mereka tampak menahan sakit. Bahkan ada yang menjerit dan menangis karena merasa kesakitan saat disunat.
“Sakit… sakit… sakit… sudah…” kata seorang anak berusia 13 tahun sambil menahan rasa sakit. Kalimat itu terus diucapkan sembari dia bermain game melalui ponselnya.
Sihono (46), warga Kelurahan Lamper Tengah mengatakan bahwa anaknya yang berusia 13 tahun itu duduk di bangku SMP. Menurutnya hal wajar jika seorang yang masih anak-anak menangis saat sunat.
“Kesakitan dan nangis itu biasa anak-anak. Tentu sangat terbantu, harapannya ke depan kegiatan semacam dilanjutkan terus,” ungkapnya.
Sementara Ali Fuadi, Paramedis UPTD Puskesmas Pandanaran Kota Semarang mengatakan, sunat masaal menggunakan teknik kouter. Awalnya pasien diberi bius atau anestesi setelah itu petugas mulai memotong alat kelaminnya.
Proses khitan tersebut membutuhkan waktu paling lama 45 menit per pasien. Selama tiga hari hasil jahitan tidak boleh kena air. Setelah itu pasien bisa kontrol di klinik atau rumah sakit terdekat.
“Pasien kita kasih bius atau anestesi dulu, setelah tidak terasa kita lakukan tindakan pengkouteran setelah itu heating untuk menghentikan perdarahannya selama 3 hari,” ungkapnya.
“Pasien ga boleh kena air dulu takutnya jahitannya ada yang lepas, setelah tiga hari pasien sunat massal bisa kontrol ke klinik atau rumah sakit terdekat,” kata Ali.
Menurutnya, setelah diberi obat bius, seharusnya anak-anak tidak merasakan sakit. Namun ini tergantung pada kondisi psikis seorang anak dia takut atau tidak.

Selain itu, jika ada satu anak menangis, maka anak lain yang tidak menangis juga bisa ikut menangis.
“Kalau sudah kasih obat otomatis gak terasa tp ketika yang lain nangis dia akan muncul rasa takutnya juga,” beber Ali.
Ketua Forkommas Jateng Adhi Siswanto Wisnu Nugroho mengatakan, khitan massal menjadi salah satu program bakti sosial yang dicanangkan setiap tiga bulan sekali. Kegiatan ini digelar memperingati Hari Natal yang jatuh pada 25 Desember lalu.
Dia berharap program ini dapat membantu meringankan beban keluarga yang kurang mampu. Pihaknya berkomitmen terus menjalankan program kemasyarakatan semacam ini secara berkelanjutan.
“Ini merupakan sumbangsing kami dari Forkommas yang kita harapkan bisa terus terlaksana ke depannya harapannya bisa berlangsung setahun empat atau tiga bulan sekali,” ungkap Adhi.


