INDORAYA – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dari pemilu sebelumnya.
MK mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (1/2/2024), dan menyatakan bahwa Pasal 222 dalam UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai bahwa penerapan ambang batas pencalonan presiden selama ini telah membatasi hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan pilihan yang lebih beragam dalam pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Mahkamah juga menyoroti dominasi partai politik tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang menciptakan kecenderungan hanya ada dua pasangan calon dalam setiap pilpres.
“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi,” kata salah satu hakim MK, Saldi Isra.
“Yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” imbuhnya.