INDORAYA – Alih fungsi lahan persawahan di wilayah Jawa Tengah (Jateng) semakin masif. Dalam lima tahun terakhir, lahan sawah seluas 62 ribu hektare di Jateng hilang dan berubah menjadi perumahan, objek wisata, dan kawasan industri.
Hal ini dipaparkan oleh Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng Himawan Wahyu Pamungkas dalam FGD “Evaluasi Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah” di Kantor DPD RI Dapil Jateng Kota Semarang, Rabu (13/11/2024) pagi.
Data tersebut bersumber dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN yang menyebutkan, pada tahun 2019 hingga 2024, luas lahan persawahan di Jateng berkurang hingga 62.193 hektare.
“Terjadi pengurangan luas baku sawah dari 1.049.661 hektare tahun 2019 menjadi 987.648 hektare tahun 2024 atau terjadi pengurangan seluas 62.193 hektare,” kata Himawan.
Ironisnya, alih fungsi lahan tertinggi ada di Kabupaten Grobogan yang dikenal sebagai daerah penyumbang padi terbesar di Jawa Tengah. Dalam lima tahun terakhir, lahan sawah seluas 8.387 hektare di Grobogan telah beralih fungsi.
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, luas lahan persawahan di Grobogan pada 2019 mencapai 90.776 hektare. Namun pada 2024, sawah tersebut beralih fungsi hingga akhirnya menjadi 82.389 hektare.
Dia bilang, alih fungsi lahan pertanian ialah perubahan lahan dari pertanian menjadi fungsi lain, seperti perumahan, kawasan wisata, atau lainnya. Alih fungsi lahan pertanian bisa berdampak pada lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.
Dikatakan Himawan, faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian ialah peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah industri di Jateng yang mengurangi luas lahan dan menurunkan produksi hasil pertanian.
“Peningkatan jumlah penduduk dapat menyebabkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman, industri, atau kawasan lain. Hal ini dapat mengurangi luas lahan pertanian dan menurunkan hasil produksi,” beber dia.